Translate

Senin, 04 Agustus 2014

Merah Hitam, lalu menjadi Abu-abu.



Aku melihat setitik cahaya,
Makin ku mendekat,
Makin menyilaukan mata,
Indah, terang, bersinar.
Ku coba meraihnya,
Sialnya kaki ini tersandung,
Aku tersungkur,
Angin membangunkan raga ini,
Aku tegak, namun rapuh.
Ranting pohon menuntunku,
Mengantarkanku pada cahaya itu.
Aku berlari.
Dedaunan membukakan jalan untukku,
Ya! kini aku meraihnya.
Cahaya itu!
Matahari enggan menampakkan diri,
Karena ia tahu, cahaya ini lebih terang daripada sinarnya.
Lebih berkilau daripada sinarnya.

-------- -------- -------- -------- --------

Sunyi, gelap, beraromakan kepedihan.
Merangkai kepingan, bukan logam, lunak namun hidup.
Ketika luka diteteskan antiseptik, lalu dibelitkan perban.
Perih, namun sedikit membaik.
Ketika luka dibelitkan perban, lalu terdiam.
Sakit, namun jauh membaik.

-------- -------- -------- -------- --------

Tak bertahtakan berlian, tetap indah.
Tak berlapiskan marmer, tetap indah.
Tak berderetkan mutiara, tetap indah.
Dilontarkan jauh ke angkasa, kembali.
Dihanyutkan hingga ke dasar lautan, kembali.
Dikubur amat dalam pada tanah, kembali.

-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------

Di tengah terik yang menghanguskan separuh jiwa ini,
Ku mulai berjalan melewati setapak tanah kering kerontang.
Ku langkahkan kaki dengan pasti, "Tuhan, aku ingin berubah!"
Kicauan burung menenangkanku.
Ku menangis, teriak, tertawa, berputar, bersimpu.
Terlalu banyak hal yang membuat air mata ini tersudut di ujung mata.
--------
Tuhan, aku bahagia tlah mengenal namanya.
Aku pun tlah melihat sosoknya, meski hanya melalui media sosial.
Tuhan, aku ingin bertemu dengannya.
Izinkanlah aku menatap sosok itu dengan seluruh indahnya.
Ku ucapkan bait-bait doa'ku pada Tuhan.
Angin melewatiku, seakan-akan ia berkata "Amin!"
--------
Hari berganti, ku tetap terngiang akan sosok itu.
Rasa penasaran ingin segera berjumpa tak henti-hentinya menyiksa batin ini.
Lelaki mungil, rupawan, dan asik tuk diajak berbincang.
"Tuhaaaaan! aku ingin menatap indahnya sosok itu!"
Keesokan harinya kami tetap berbincang di media sosial.
senandung bahagia tak henti-hentinya ku bertanya "Siapa dia?"

-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------

Kami berteman. kami berbagi tawa, duka.
Tetap menikmati hari dengan jalan masing-masing.
Hari-hari berikutnya ku rasa ada sedikit perubahan.
Mulanya ia yang sedikit kaku, terkesan cuek, kini menjadi lebih baik.
Berbincang dengannya amatlah lucu, membuat seluruh isi perutku terlontar keluar.
"Tuhan! aku menemukan kebahagiaanku lagi!", seru'ku dalam hati.
--------
Ku bahagia tlah mengenalmu, Teman baru'ku.
Ku bahagia mendapatimu dengan perubahan.
Namun ada sedikit yang berbeda, ntahlah!
Ku bertanya pada Bulan di keheningan malam,  Bulan mendiamkanku.
Ku berkaca, "Tuhan! lihatlah betapa bingungnya aku ini!"
Ku bersyukur pada Tuhan, karena Tuhan tlah memberiku kebahagiaan baru.
--------
Ya Tuhan! hatiku masihlah tertutup awan mendung.
"Sejujurnya hati ini masihlah milik sosok di masa lalu", teriakku frustasi.
Air mata ini membenarkan.
Iya, aku masih mencintai orang itu, mantan kekasihku.
Beribu kali tak henti ku memohon pada Tuhan, "Ya Tuhan! bantulah aku 'tuk melupakan lelaki masa lalu'ku!"
Bulan berbisik, "Cobalah membuka hatimu untuk yang lain!". ku tersenyum.
--------
Setiap hembusan nafas, ku berdoa pada Tuhan,
"Ya Tuhan! bantu lah aku untuk menemukan hidupku lagi, bersama yang lain!"
Ntah apa maksud Tuhan, tiba-tiba muncul pesan singkat di layar hape.
Pesan singkat darinya, Teman baru'ku. "Mlm.." begitulah isinya.
Hatiku tersentak, "Semoga KAMU bisa menggantikannya di hatiku, Teman!", gumamku bersemangat.
Lalu kami saling berbalas pesan.
--------
Hari berganti, ku dan dia masihlah sering berbincang lewat pesan singkat.
Dia temanku! yang membangkitkan semangatku.
Ku berharap semoga dia selalu menemaniku dalam canda ataupun pilu.
Bintang-bintang bergandengan, mereka berseru "We Wish You're Lucky Girl!"
Dengan bersemangat ku jawab "Amin!"
Semoga Tuhan tetap menjaga kebahagiaanku kala itu bersamanya, Teman baru'ku!

--------
--------

Malam itu, kami berencana bertemu. Betapa bahagia nya hati ini.
"Tuhan! semoga dengan ini aku bisa melupakan sosok masa laluku!", ucapku dalam hati.
Ku berjalan di keramaian malam.
"Tuhan! semoga ia lelaki yang baik, yang bisa menemani hari-hariku 'tuk melupakan masa laluku!", gumamku.
Ku lanjutkan berjalan, bintang-bintang tersenyum menatap langkahku.
Sampailah 'ku di tujuan, tempat pengisian bahan bakar.
--------
Kaki melangkah bak irama jazzy, perlahan namun pasti.
Jantung berhenti berdetak ketika dua bola mata ini menatap malaikat Tuhan.
"Ya Tuhan! apakah itu dia?", teriakku dalam hati.
Tetap melangkah, namun berbeda irama, kini langkahku berirama Hardrock. Kasar, sedikit tak beraturan.
Ku terhenti tepat di depan tempat sembahyang.
Berbagai pertanyaan tiba-tiba muncul di benakku.
--------
tak tak tak....... Terdengar ada yang mendekat. Ku beranikan menoleh, "Tuhaaaan! dia datang!"
"Kamu?", tanya'nya dengan pola tingkah yang terlihat seperti orang gugup.
"Iya!", jawabku sambil menjulurkan tangan 'tuk bersalaman.
Dia menjawab tanganku.
"Berangkat sekarang?", tanya nya lagi.
"Ok, ayooo!", jawabku dengan tersenyum.
--------
Itulah pertama kali kami bertemu, tak ku duga parasnya berbeda dengan foto di media sosial.
"Tuhan! dia teman hamba yang sudah beberapa hari menemani hamba".
Ku bahagia, melompat tinggi ke angkasa, ku bertemu sekumpulan awan, mereka bahagia melihatku.
Kami berbincang di sepanjang perjalanan menuju pasar malam.
"Tuhan! tlah lama ku tak berkunjung ke pasar malam", bisik'ku dalam hati.
Pasar Malam, hmmm.... dua kata yang benar-benar mengingatkanku pada sosok masa laluku.
--------
Kami berjalan menikmati pasar malam kala itu.
Berbeda, tak seperti pasar malam yang biasa ku kunjungi bersama mantan kekasihku.
Ku mencari sesuatu yang sudah menjadi teman setiaku, Kembang Gula.
Ku mendapatkannya, ia membelikannya untukku.
"Terima kasih Ya Tuhan! Terima kasih Teman!", gumam bahagiaku.
Indahnya pasar malam, sungguh terasa lengkap dengan 2 hal, "Kembang Gula" dan "Seseorang Yang Menemaniku".
--------
Kami duduk di bibir sungai, menikmati angin malan dan indahnya bintang-bintang di langit.
Kami bercerita tentang apapun yang telah kami lalui dalam hidup.
Tak henti-hentinya ku tatap paras tampan nan rupawan itu.
"Tuhan! apakah aku Jatuh Cinta?", tanyaku dalam hati dan dua mata ini tetap tertuju padanya.
Begitu pilu mendengar sebait ceritanya tentang mantan kekasihnya.
Hatiku tersayat, ingin kedua tangan ini memeluknya sembari berkata "Tenanglah! ada aku disini!".
--------
Ku buka bungkus Kembang Gula, ku tawarkan secuil untuknya, ia menolak.
"Tak suka Kembang Gula?", tanya'ku. "Iya", jawabnya sambil tertawa kecil.
Seketika ku benar-benar teringat dengan mantan kekasihku, dia pun tak menyukai kembang Gula.
Air mata hendak menetes, ku gugurkan. "Tuhaaaaaan! kuatkan hati hamba!", pintaku pada Tuhan.
Kami berlanjut bercerita. tentangnya dan tentang masa kecilnya.
"Lelaki pemberani, namun hobby Menggalau-ria", ejek'ku padanya.
--------
Malam terasa semakin dingin, jam pun sudah menunjuk angka 9.
"Ayo pulang! sudah malam", kata'ku bersemangat.
Jari-jari ini lengket terbalut manisnya kembang gula yang setengah bungkus habis ku lahap sendirian.
"Cuci tanganmu di Mushollah itu!", ucapnya lembut.
"Tak perlu, begini saja sudah bersih!", jawabku sambil membersihkan jari-jari dengan butiran embun.
Dia tersenyum melihat tingkahku, mungkin aku adalah wanita aneh yang pernah ia temui.
--------
Kami melaju di atas motor miliknya.
Angin menemani kami hingga kedua roda'nya terhenti di depan Gang rumahku.
Kami bersalaman, mengakhiri pertemuan malam itu.
"Terima kasih Ya Tuhaaaan! Engkau telah mengabulkan doa hamba!"
Hatiku melambung ke awan, aku bahagia.
Sampai berjumpa lagi, Teman! mungkin aku akan sangat merindukan pertemuan itu kembali.
--------
Aku takjub akan sosoknya.
Aku kagum akan kepribadiannya.
Aku nyaman dengan pola tingkahnya.
Aku bahagia mengenalnya.
Aku beruntung menjadi temannya.
Aku ingin selalu berada dekat dengannya.
--------
Tuhan memanglah baik padaku,
Hingga hari-hari selanjutnya pun kami tetap berbagi tawa, lewat pesan singkat.
Hubungan pertemanan kami masihlah se-Konyol biasanya.
"Aku bahagia Ya Tuhaaaaaan! Terima kasih Engkau menghadirkan sosok teman sepertinya!", ucapku beruntung.
Dia lucu, apa adanya, terkadang gila, terkadang menjengkelkan, ramah, sopan, dan ITULAH DIA!
"Dia sedikit berbeda dengan yang lain, Tuhan! apa yang kini ku rasakan?", tanyaku pada Tuhan.
--------
Suatu ketika aku tersadarkan oleh bisikan angin malam, "Ingatlah kebodohanmu Yang Telah Berlalu!"
"Sungguh pandai dirimu ingin mengulang kesalahan yang sama!", bisik Bulan dengan tawa yang menyakitkan.
Aku wanita lemah, tak sepantasnya aku berharap pada sosok yang amat Istimewa itu.
Perlahan-lahan ku ubah perasaanku,
Aku takut terjatuh LAGI.
"Tuhan! aku harus berhati-hati membawa perasaan ini!", gumamku gelisah.
--------
Hingga suatu hari ia menegurku, menegur atas perubahanku.
Aku tak bermaksud buruk atau ingin menjauhimu, Aku hanya ingin bertingkah sepantasnya.
Menjaga hati ini agar tak terlalu berharap akan sesuatu yang sulit ku dapat.
Namun aku tak mampu menjelaskan hal itu padamu.
Hanya sanggup ku lantunkan candaan konyol yang bisa tepiskan kegaduhan hatimu kala itu.
Maafkan aku! aku hanya ingin NETRAL terhadapmu.
--------
Langkah lambat 'tuk mengoreksi diri ini,
Tanya perlahan 'tuk mengoreksi diri ini,
Tak seharusnya ku begini. ku menyalahkan kebodohanku lagi.
Ku coba kembali menjadi aku yang sebenarnya. Kami kembali seperti biasa, gurau bersama.
Dia bukan hanya sekadar teman, tapi dia adalah SAHABAT.
Kami meramaikan hari-hari dengan saling berkirim pesan, juga aktif di media sosial.
--------
--------
--------
--------
Matahari tetap memancarkan sinarnya.
Berbeda dengan kami, aku merasa hubungan kami sedikit terasa jauh.
Berbincang pun terasa seperti terbatasi.
Tlah jarang kami saling berkirim pesan singkat.
Aku mencari, ntah apa yang ku cari.
"Bukankah ini yang kau mau?", Kupu-kupu menghampiriku dan tertawa puas.
--------
Ku berdoa pada Tuhan!
"Ya Tuhan! kembalikan Sahabatku! kembalikan ia seperti sedia kala, yang selalu menemaniku."
Matahari pun menertawakanku.
"Tuhaaaaan! Aku sadar aku Membutuhkannya!", jerit tangisku terdalam.
Beberapa hariku terasa sepi. Ku tetap bersabar menunggu ia menghampiriku.
"Ada apa denganku yang mulai konyol ini?", tanyaku pada cermin.
--------
--------
--------
--------
Siang yang amat terik, ku sempatkan diri aktif di media sosial.
Hatiku tercabik-cabik melihat sebuah status dari sahabatku itu.
Ntah mengapa ku tak sanggup berkata apapun.
"Ini sungguh perih Ya Tuhaaaaan!", teriakku dalam batin.
Aku marah, kecewa, sedih, tak percaya.
Terasa seperti belasan Belatih menancap tepat di jantung hati.
Detik itu pun ribuan malaikat turut berkabung pilu bersamaku.
Menyebalkan adalah ketika aku tak mampu mengehentikan butir-butir air mata ini.
"Ya Tuhan! betapa sakitnya!", tangisku sendiri.
Sehelai sapu tangan menemani menit-menit menyebalkan itu.
"Aduhay! mengapa aku menangis?", sadar'ku perlahan.
"Parahnya aku ini!", tawa'ku.
"Tak sepantasnya begini!", Gumam'ku berlanjut.
"Sudahlah! apa daya'mu menangis?", fikir'ku menyambut.
Angin menari-menari di sekelilingku.
Ku bertanya sambil mengusap pipi yang basah ini, "Angin, apakah harimu menyenangkan?"
Angin menjawab dengan senyuman riang, "Tentu saja!".
Ku hanya bisa terdiam, mengulum bibir.
Angin mengagetkan, "Hey anak Adam, betapa tololnya dirimu! hahahaha"
Aku bangkit, berdiri tegak, menepis angin.
"Tuhan! kuatkan hamba! sekali lagi hamba memohon, Kuatkan hamba!".
Ku berlari pulang, berusaha menerima kenyataan,
Dia sahabatku, tlah menjadi milik wanita itu.
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
Ku sadar, SEHARUSNYA dan SEPANTASNYA aku turut berbahagia atas Peristiwa Bahagia sahabatku.
Aku mencoba dan TERUS mencoba.
Ku tatap awan, "Semoga kamu berbahagia dengan wanita pilihan hatimu, kawan!".
Belasan burung di langit melewatiku seraya berseru "Amin!".
Dua kaki ku terasa lemah. Terjatuh lemas, terbalut kalut sedih pilu.
"Ya Tuhaaaaaan! Kuatkan aku!".
--------
Aku masihlah menganggap dia sahabatku.
Bukankah angin tlah menyadarkanku.
"Ya Tuhan! bantu lah hamba untuk Ikhlas! amin!", gumam'ku.
Deretan semut berjajar memperhatikanku, mereka tampak lucu, ku tersenyum.
"Tenanglah! dia tetap sahabatmu!", ucap salah satu semut menegarkan aku.
Ku tersenyum, menahan pilu. mencoba menyembuhkan luka'ku sendiri.
--------
Ku menyebutnya kuasa Tuhan.
Memanglah! sungguh!
Kala itu hidupku amatlah menyedihkan,
Bak disodorkan tagihan pembayaran oksigen,
Oksigen yang ku hirup hingga detik ini.
Sulit ku gambarkan. benar-benar abstrak namun nyata.
--------
Ku tetap mencoba menerima kenyataan.
Dia tlah menjadi milik orang lain.
Memang ini 'sedikit' menyakitkan,
"Kenapa aku ini???", tanyaku kesal.
Terkadang air mata'ku masihlah menetes ketika mengingatnya.
"Terima kenyataan ini! Ikhlaskan demi Kebahagiaan sahabatmu", ucap pasukan semut yang menghampiriku tiba-tiba.
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
"Parasnya memang indah, Hati sahabatku pun memilihnya", gumamku sembari memandangi foto wanita itu.
"Semoga ia wanita yang baik!", harap'ku penuh.
"Kawan, Semoga kamu bahagia dengannya!", doa'ku berlanjut.
"Ya Tuhan! buatlah mereka selalu bahagia bersama, amin!"
Benar-benar aku terjatuh dihempas sekeras-kerasnya, Ya Tuhan!
Tangisku benar-benar menderah hebat. "Ya Tuhan, Kuatkan aku!!!", jeritku lantang.
--------
Kami masihlah bersahabat.
Dia selalu baik terhadapku, tak jauh berbeda seperti semula.
Aku mencoba menempatkan diriku ini sebagai sahabatnya yang dulu.
Aku takut ia menyadari perasaanku, aku tak mampu membayangkan bagaimana jadinya.
Aku takut kehilangan dia sebagai sahabatku.
"Tuhan! biarkanlah tetap seperti ini! Kuatkan aku!", pinta'ku pada Tuhan'ku yang amat menyayangiku.
--------
Suatu ketika, dia mengirim pesan singkat kepadaku.
Namun aku belum bisa membalasnya.
Dua berlalu, ku sempatkan menjawab pesan yang telah berlalu itu.
Cacian, makian, semua kata-kata buruk terlontar membalas pesanku.
Kaget, tiba-tiba saja seperti itu. benar-benar sakit yang kurasa.
"Siapakah dia?", tanya'ku penasaran.
--------
Awalnya Iblis membisikkanku,
"Ia adalah wanita terbaik dan pantas untuk sahabatmu!"
Ku tatap mata Iblis itu.
Dalam hati ku bertanya "Sahabatku mempercayakan hatinya pada wanita itu, bagaimana mungkin aku tidak?"
Bodohnya aku, aku mempercayai bualan Iblis itu.
Ku tenangkan hatiku "Semoga ia wanita yang terbaik".
--------
Apa yang ku dapat?
Wanita itu menghunus tombak tepat merobek kepercayaanku pada dirinya.
Ku terdiam, penuh tanya, "Apakah benar seperti itu pilihan sahabatku?"
"Apakah benar, Ya Tuhan?", tanya'ku lagi.
"Tuhan, aku menyesal! maafkan!", ku bersimpu dihadapan Tuhanku.
"Ini benar-benar sakit Ya Tuhan!".
--------
Wanita itu benar-benar menyakiti hatiku.
Mendung gelap membenarkan.
Semua perkataannya membuatku seakan mati. benar-benar mati.
"Siapa dia?", tanya'ku marah.
"Kamu tak pantas untuk sahabatku!", teriak'ku dalam hati.
"Aku tak rela sahabatku yang baik hati bersandar pada wanita jejadian sepertimu!", marah'ku dalam hati.
--------
Iblis datang kembali memaksa mata ini 'tuk menatap sosoknya,
Seketika ku sibak tangan Iblis dan dengan lantang ku teriakkan "Aku takkan mempercaimu lagi!".
Iblis tertawa lalu pergi begitu saja.
"Mati lah kau dilahap api!", hujat'ku.
Kini kusadari, keindahan wanita itu hanyalah tipuan yang dibenarkan oleh makhluk terkutuk itu.
Benar! dia! wanita cantik, titisan Iblis.

-------- -------- -------- -------- --------

Minggu demi minggu berlalu.
Bulan demi bulan berlalu.
Tak pernah lagi ku bertemu dengannya.
Tak pernah lagi ku menatap sosoknya.
"Kemanakah dia pergi, Ya Tuhan?", tanya'ku pada Tuhan.
Sulit ku untuk berkata 'aku harus pergi', aku bertahan di titik ini.
--------
Hari berikutnya, kami bersambung canda.
Lagi lagi hanya melalui pesan singkat dan media sosial.
Tapi ku tetap bersyukur, "Terima Kasih, Ya Tuhan!"
Benar-benar aku nyaman bersamanya.
Bimbang! Buram! apa yang sedang ku rasakan.
Menghela nafas, berfikir dengan jelas. ingin ku temukan jawaban itu.
--------
Wanita itu masihlah berkepala Iblis,
Tak pernah sedetik pun berhenti memaki'ku.
Sejauh ini angin masihlah menenangkanku.
Aku masih bisa bersabar, menghadapi caciannya dengan balasan yang mematikan.
Menjawab singkat nan cedik, itu cukup membunuhnya.
"Tuhan! lihatlah betapa konyol'nya wanita itu!", ku tertawa.
--------
Suatu malam, ketika aku aktif di media sosial,
Wanita itu tetaplah gemar melakukan everything full of shit.
"Oh God, Take her Now!", aku sempat mendoakan'nya seperti itu.
Bukan karena apapun, tapi karena hati ini tlah lelah dengan permainannya.
"It's not Good way to make me Fall, mbak!", ucapku dalam hati, lalu ku tertawa.
Aku sadar, dia seperti itu karena menyayangi sahabatku. But it's OVER.
--------
Hari demi hari, tetaplah dia sekonyol itu.
Awalnya aku sakit hati, tapi semua itu nampak semakin lucu dihadapanku.
Hari-hari'ku diselimuti Tawa, menertawakan ke'konyolan'nya.
Rumput-rumput pun bergoyang lincah, ikut bersamaku.
"Betapa lucunya wanita itu? hahahaha", sahut merpati disamping layar PC'ku.
Aku pun berlanjut dengan aktivitas'ku, menganggap hal itu hanya lelucon.
--------
Aku tahu, sahabatku menyukai lagu-lagu Indie,
Suatu ketika, ku coba mendengar salah satu lagu dari Band favoritnya.
Setiap hari ku kumpulkan semua lagu-lagu yang pernah didengarnya.
Setiap hari pun ku dengarkan lagu-lagu itu, ku coba menghafalnya.
Irama'nya benar-benar tenang, amat jauh berbeda dengan lantunan musik favoritku.
Meski kurang nyaman di telingaku, namun ku coba menyukai lagu-lagu tenang favoritnya itu.
--------
--------
--------
--------
Di malam yang sunyi, hanya ada angin yang berhembus kesana-kemari.
Ku sempatkan diri untuk aktif di media sosial,
Tak ku duga, tak ku sangka, something miracle was happening.
"Ya Tuhan! secepat itu kah mereka berakhir?", tanya'ku pada Tuhan.
Awan mendung menghampiriku, "Senang ataupun sedih, tempatkanlah dirimu se-nyaman mungkin!".
Aku hanya mengangguk, tak sanggup berkata apapun.
--------
Aku bersedih, karena ku tahu sahabatku menyayangi wanita itu.
Nyamuk-nyamuk hanya mendengung, makin membingungkanku.
Aku bahagia, karena Tuhan tlah memisahkan mereka.
Ku tahu wanita itu bukanlah wanita yang tepat untuk sahabatku.
Wanita itu selalu membuat sahabatku tertekan, menderita, sahabatku amat disengsarakan oleh tingkahnya.
Hampir di setiap waktu ku dengar keluhan-hati, tentang tuduhan dari wanita berkepala Iblis itu terhadapnya.
--------
"Astagaaaaaa!", kagetku. Wanita itu tetaplah gemar mencaci'ku.
Dia menyalahkan aku atas usai'nya hubungannya dengan sahabatku.
"Ya Tuhaaaaan! Lihatlah! betapa lucunya wanita ini!", gumam'ku.
Beribu kali pun kau mencaci'ku, TAK AKAN pernah ku tanggapi serius.
"Apakah belum cukup misil beracun'ku itu, mbak?", tanya'ku konyol dalam hati.
Matahari menyilaukan mata berkata, "Hancurkan mulut biadapnya!".

-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------

Aku tetaplah Aku.
Tiada apapun yang dapat merubahku menjadi lebih buruk.
Dengan kasih dan cinta Tuhan, aku 'kan selalu menjadi Aku yang lebih baik.
"Sejujurnya, aku menginginkannya Ya Tuhan! tapi ia tak sedikitpun mengerti hal itu".
Banyak lelaki yang datang, tak satu pun aku tertarik.
Bulan bersenandung, "Aku Rapopo! Aku Rapopo!".
--------
Dia amatlah baik terhadapku.
Ada kala disaat ia bersedih, aku berusaha menjadi penghibur hati.
Maafkanlah aku yang terlanjur menaruh hati padamu. Ku tahu, aku tak pernah di hatimu.
Mungkin kata-kata manismu waktu itu hanya 'tuk menghiburku.
"Andai bukan aku, ku harap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu diluar sana", bisik'ku dalam hati, amat perlahan.
Aku gadis kuat, tapi hanya dengan seperti ini aku bisa menangis. "Konyol!".
--------
Ku tahu, hari-hari'nya menyedihkan tanpa wanita itu.
"Hadeh! seharusnya kamu bersyukur pisah dengannya!", caci'ku dalam hati.
Bagaimanapun juga dia tetaplah sahabatku yang amat ku sayang,
Sekuat hati, sebisa mungkin, aku menghiburnya.
"Selalu ku doa'kan untuk kebahagiaanmu, Kawan!"
Hanya itu yang ku bisa. Maafkan!
--------
Bintang-bintang selalu setia menemaniku di kala malam aku terpuruk.
"Ya Tuhan! rasa itu masih nyata! ada!", ku menangis.
Ntah bagaimana aku melalui ini, tampak sulit.
Bintang menenangkan, "Berusaha lah! akan ku bantu membisikkan rasa'mu padanya!".
Sejenak ku terdiam, ku turuti kata Bintang.
Kala itu aku berusaha menjadi yang terbaik untuknya.
--------
Berhari-hari tak henti-hentinya ku berfikir "Bagaimana?".
Sungguh gelisah. menatap apapun nampak buram.
Hingga satu cahaya muncul, Dia!
"Ya Tuhan, apakah aku benar-benar tlah jatuh hati padanya?", tanya'ku bingung.
Bintang tak menjawab, ia hanya tersenyum memastikan.
Ku terdiam, melanjutkan rasa penasaranku. ingin ku temukan jawabannya.

-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------

Beberapa hari setelah itu,
Ku melihat sesuatu "ANEH" muncul di media sosial.
Tentang sahabatku dan wanita mantan kekasihnya itu.
Sungguh aku tlah dibunuh untuk kedua kalinya.
"They're Come Back! Is it True, God??", tanya'ku Depresi.
Hanya satu kata yang tepat, "HANCUR".

Ketika fikiran berkata "Aku harus menjauh!",
Tetapi hati menepis "Aku menginginkan lebih dekat daripada ini!",
Dan air mata lah yang menjawab ketika bibir sudah tak mampu lagi mengucap.
"Aku mencintaimu karena Allah!", bisik'ku perlahan, tertampung jauh dalam batin.
"Jika kamu menginginkan yang seperti ini, lakukan!", teriak'ku marah dalam hati.
"Lakukan sepuas hatimu! biarlah aku disini. menunggu angin membawamu padaku", gumam'ku menenangkan batin.
Merah Hitan, lalu menjadi Abu-abu, dan MENGHILANG.

-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------
-------- -------- -------- -------- --------







#Cholifah