Translate

Selasa, 10 November 2015

"Gelap" II

lelahku berlebih. menunggumu hingga ujung pengharapan dan ternayta kau matikan.
lebih dari lima ratus empat puluh hari sejak hari pertama mengenal sosokmu.
terlalu lelah aku dipermainkan rasa itu.
kau memberi aku segunung harapan, lalu meleburkan, menjadikannya asap kematianku.
apakah ini yang kau pinta pada tuhanmu?
bukankah dulu tlah benar-benar kau matikan aku?
namun mengapa jiwa ini masihlah bernafas dan masihlah mau melihat luasnya dunia?
ya! itu karena kematianku kala itu hanyalah secuil dari rasa kecewaku.
kecewa atas apa yang tlah mata ini lihat,
kecewa atas apa yang telinga ini dengar,
kecewa atas apa yang mulut ini katakan,
kecewa atas apa yang hati rasakan.
ah, lelahku tak nampak olehmu.
piluku pun hanya lelucon kuno bagimu
terlalu biasa kau melihat hidupku ini tak terarah.
tertiup roh cintamu, aku bisa apa?
kebencian itu mengubahku menjadi seperti ini.
lebih dari kata "cinta", kris.
tolong, lihat dan benar-benar pahami.
aku tak mengerti "cinta".
yang aku mengerti hanyalah detak jantungku sempat terhenti ketika kau melangkahkan kaki bersamanya.
ia wanita tak mengenal "cinta".
merelakanmu adalah kebohongan terbesarku, abaikan.
merelakanmu bersama wanita itu membuatku terlihat idiot.
terlintas ku harus merelakan apa yang harusnya tak ku relakan.
hakikat cinta haruslah memiliki. kau tahu itu.
kau tahu namun berpura-pura bak hujan tak mengalirimu.
kau tahu namun berpura-pura bak angin tak meniupmu.
hentikan! hentikan kepura-puraan itu.
jangan kau butakan sesuatu yang seharusnya ia mampu melihat.
kau buta! buta akan apapun yang berjalan tepat di depan matamu.
aku ada. lihat aku. bukan dia.
kau yang ku cinta, cinta seperti reruntuhan daun yang tetap menyapa angin.
kala daun berguguran, ia tak menyalahkan angin atasnya.
ia menyapa angin kala iapun tak guna.
aku seperti itu, lebih dari apa yang mereka nilai.
abaikan mulut kotor mereka, sungguh semuanya hanya berbual dusta.
ku menginginkanmu sejak desah nafas yang tlah terhenti lalu berlanjut kembali.
ya! hidup keduaku.
pengharapanku agar tak kau musnahkan LAGI.
karena kata "mati" itu sendiri tlah ku alami kala itu atas dirimu.
jangan kau tulikan sesuatu yang sebenarnya ia mampu mendengar, kris.
dengarkan suara sesuatu yang menjadi salah satu kehidupanmu.
ku tak menginginkan pernyataanmu.
yang ku inginkan adalah jangan kau hentikan cintaku padamu.
izinkan, meski tak pernah kau balas itu.
biarkan, meski selalu kau abaikan itu.
lelahku menuntunku pada kata berhenti.
namun tak kulakukan.
untuk apa ku menurutinya jikalau tak ku gandeng lengan tanganmu itu?
untuk apa ku lakukan jikalau tak ku rasa aroma semerbak tubuhmu?
untuk apa ku ikuti jikalau tak ku genggam jemari mungilmu?
ku benci dia. dewi penghancur dunia.
amat ku benci dia. hingga mataku pun enggan meliriknya walau sesekali.
Tuhaaaaan! jikalau hidup keduaku ini Kau hadirkan hanya untuk kekecewaan, matikan saja!
di akhir cerita, Tuhanpun melihat aku dengan air mati yang tak ingin ku hentikan.
ya Tuhan, ia membunuhku kembali.
bukankan engkau melihat hal itu Tuhan?
lalu, maka apakah akan kau biarkan seperti ini?
maka apakah tak terkutuk jiwa itu?
maka apakah masih adakah cinta yang sesungguhnya tlah menguburku itu?
ia berjalan, berlari, tersenyum, tertawa, bersamanya!
terasa benar-benar tak menginginkan hidup.
setega itu seseorang yang amat kuharapkan?
tersenyumpun tak bisa lagi ku lakukan.
tertusuk pisau dari belakang. sakit bukan?
iblis kecil yang bersamanya.
ku lawan, namun ia membuatku seakan menyerah,
sadarlah, ia iblis yang menarikmu keluar dari kata bahagia.
sadari, aku tak pernah rela.
ingatlah! terhitung dua waktu kau mematikan rohku dari dzat maha cinta.
namun aku hidup hanyalah untukmu.
lelahku tak berarti kala kau tersenyum, terlihat dari jauh, sebelah sana.
oh cinta, lelahku takkan mengantarkanku pada kata menyerah.
cinta adalah ikhlas.
dan kini, keikhlasan tlah bersamaku, tenanglah.
hanya aku dan diriku sendiri yang mencintamu,
bahkan memilihmu pun ku tak mampu,
karena kau bersamanya, tersenyum mengarah padaku.
apakah inti dari semuanya?
kau tunjukkan bahagia semu itu padaku?
aku tak percaya, sungguh.
biarkan sang waktu yang menunjukkan cintanya padamu.
lima ratus empat puluh hari tak kan terhenti begitu saja.
hari-hari itu berlanjut hingga detik ini.
tetap mencintamu, yang jauh disana.
kecewa  dan lelah tak sebanding dengan bahagiaku atas rasa cintaku padamu.
sungguh ku bahagia atas kematian karenamu.
karena hanyalah dirimu yang bisa membunuhku.
berbahagialah. jika itu tlah usai, maka kembalilah.
aku tempat terakhirmu.
aku sandaranmu.
aku adalah rasa cinta itu.
hanya aku, ingatlah!
bukan dia ataupun mereka.
kau terlahir hanya untukku.
langit dan bumi bersaksi, tiada hari tanpa panjatan doa bahagia untukmu.
semoga Tuhan selalu bersamamu hingga kembalinya dirimu padaku.
lalu Tuhan berkata "berkah cintaKu untukmu wahai ciptaanku".
dan saat itulah kan ku bunuh semua pilu dan kecewaku.
ku bunuh dengan tanganku sendiri.
terlihat jahat, namun aku belajar darimu.
kematian adalah jalanku mendapatkan cinta itu.
benar-benar terasa mimpi, namun ini nyata.
kau, ku tunggu hingga akhir usiaku.
kau, ku nanti hingga Tuhan mendekapku kembali.


Nur Cholifah, 11-11-15

Eudamonia

Kau adalah Herakleitos yang mengubah seluruh kenyataan menjadi api.
Api yang membakarhanguskan rasa.
Rasaku ini hanyalah sintesa menurutmu.
Herakleitos si gelap namun bercahaya, itulah dirimu.
Cahayamu itu ada seperti apa yang tercipta.
Ada itu adalah ada seperti Parminides bersaksi.
Mata ini melihatmu bersamanya, namun hati ini melihatmu masihlah bersandar pada jiwa sepiku.
Jikalau kau menanyakan keyakinan, ya keyakinan itu akan selalu ada.
Keyakinan akan kebenaran cinta kasihku.
Yakin bahwa suatu ketika nanti kau akan menemukan jalan terbaikmu, yaitu aku.
Sungguh engkau telah dibutakan dia.
Dia sesuatu yang tak mutlak mengetahui keberadaanmu, cinta.
Kau adalah manusia yang ada, sadar akan keberadaan itu, Socrates bersaksi.
Duhai cinta, engkau adalah bagian dari semestaku.
Tidakkah kau peduli apakah bentuk satu-satunya kebahagiaanmu?
Diri ini bertanya, sesungguhnyaapa keinginan terbesarmu?
Berdialektika dengan diri sendiri.
Seakan-akan mereka mengerti apa jerit hatiku.
Mereka mendengar namun tuli.
Hanya butiran pilu yang mampu menjawab resahku.
Kau tak pernah tahu letak bahagiamu. BODOH!
Kau membidani jiwa dan pengetahuan dalam jiwaku.
Jangan kau butakan sesuatu yang mampu melihat itu.
Jiwamu adalah inti dari nafasmu, bukan dia.
Kekeliruan yang tertanam adalah kesalahanku.
Catatlah dengan indah semua eudamoniamu.
Seperti sang Socrates menjelaskannya padaku.
Kaulah secerca keindahan cinta yang pernah ku ketahui.
Sisa-sisa rasa ini masihlah hidup.
Ntah kapan mereka akan mati.
Aku menikmati pilu ini, tenang saja.
Tenang, tak perlu kau perdulikan aku dan apapun atas diriku.
Aku hidup dengan pilu ini.
Sesungguhnya pilu ini adalah teman sepiku.
Teman di kala kenangan menyambut malam gulitaku.
Kenangan akan dirimu yang tlah melangkahkan hati bersama dia.
Ku tak rela, sungguh.
Tapi reruntuhan daun yang tertiup angin sedang mengajarkanku.
Mengajarkan apa itu merelakan sesuatu yang seharusnya tak aku relakan.
Kau buta, tuli, dan tak punya rasa.
Kau selalu benar dengan seluruh perkataan dan perbuatanmu atas hidupmu.
Kau selalu benar, tak pernah mencicipi getir kesalahan.
Hanya aku, hanya diriku, hanya aku yang merasakannya.
Merasakan sesuatu yang sebenarnya batin ini jelas menolaknya.
Ya! Kau berjalan dan berpura-pura bahagia dengannya. BODOH!
Perasaan ini menjerit demikian.
Dan maka biarkan kesendirian dan sepi ini membunuhku berkali-kali.
Aku bahagia dengan kematian ini.
Setidaknya aku pernah melawannya, walau ku tak pernah menang.
Bahwa sesungguhnya akulah satu-satunya pecundang diantara rasaku dan kalian.
Kau dan dia terlihat sangat berbahagia, berbahagia atas kematianku.
Terimakasihku tak pernah usai kuucapkan padamu yang amat ku cinta.
Maafku tak pernah terhenti kuucapkan padamu atas kebodohanku.
Salam berbahagia selalu dari sang waktu, ia menyapamu.
Sang waktu menegurku agar tak berusaha melupakanmu.
Ia hanya menegur, kan? Tapi tak menghentikanku.
Tolonglah aku untuk melanjutkan tekadku ‘tuk menghapusmu.
Dan biarkan semua yang berlalu terlihat samar-samar dimataku,
Tapi nampak jelas di memoriku, Dan terhapus bersih dari hidupmu.
Berbahagialah, krisnaku!
Jikalau dia membuatmu bersedih, maka kemarilah.
Dan biarkan aku yang membuaimu dalam mahligai cintaku.
Ingatanku tak sepenuhnya mampu melupakanmu.
BODOH! Dan sekali lagi aku BODOH.
Berbahagialah, demi kenangan kita yang tlah ditelan bumi amarahku atas dirimu.
Berbahagialah demi aku yang telah  mati atas penantian BODOH ini.