Translate

Minggu, 26 Februari 2017

Jargon Nur Cholifah's Page kok ganti?

"Kenapa Nur Cholifah's Page ganti jargon?" || Bukan ganti, tetapi diperbarui. Yang awalnya Keep Positive Thinking menjadi "Boleh Baca Boleh Hina, Asal Bahagia". || "Maknanya?" || "Boleh Baca", karena seluruh blog berisi tulisan dan sedikit gambar, bacalah, siapa tahu dengan membaca akan menambah energi positif dalam diri pembaca, yaa makin bersyukur kalau pembaca bisa menyaring ilmu di dalam blog yang ngawur ini. Haha. "Boleh Hina", karena semakin tulisan saya dihina maka saya akan makin belajar (berproses) menjadi lebih baik, supaya pembaca setia Nur Cholifah's Page ga pernah bosan nongkrong disitu. Haha. "Asal Bahagia", intinya kita kita semua harus selalu berbahagia. Karena bahagia sangat mahal harganya. Dan kalau ada sesuatu yang menarik pada kacamata kalian, bolehlah sharing-hearing dengan saya, siapa tahu nanti saya semangat nulis soal itu, dan langsung posting di Blogger. Ahahaha pede sekali ya! Tidak masalah pede, asal tidak takabbur. Naudzubillah.
Sekian, tulisan ini banyak sekali, jangan pernah lelah membaca ya :)
Jargon yang pertama tetap diingat juga, "KEEP POSITIVE THINKING!".
Nongkrong terus ya disini!

Selamat pagi~

Orang Dewasa



Suatu ketika datanglah seorang anak kecil kepada kakaknya, lalu bertanya, "apa enaknya jadi orang dewasa kak?", si kakak kebingungan hendak menjawab apa.
"Begini dik, jadi orang dewasa enak, keringetan demi kehidupan".
Si adik terdiam sambil memikirkan jawaban si kakak.
"Lalu kak, Apa sulitnya jadi orang dewasa?".
Si kakak makin kebingungan.
"Begini dik, sulitnya jadi orang dewasa saat orang dewasa melihat orang tua yang semakin tua, sedangkan pikiran mereka bertanya-tanya apakah orang tua sudah bahagia?".
Si adik menangis. Lalu berkata dengan keras "Aku akan menikmati masa menjadi anak kecil kak".
si adik pergi, sang kakak mematung, "aku ingin ibu-dan ayah selalu berbahagia, termasuk adik-adikku semuanya", terlantun jelas dalam hatinya.



Tidak Curang, kan?

Pagi itu aku duduk seorang diri di bawah tangga sebuah pasar tradisional di kota pahlawan. Rasa kantuk di pagi hari setia bersamaku dengan sedikit sebal karena menunggu seorang teman. Lama sekali.
Lima puluh menit setelah itu akhirnya temanku menunjukkan batang hidungnya, oh lega.
Kami mulai masuk ke dalam pasar tradisional semi modern itu.
Awal kami masuk, deretan toko kosmetik menyapa kami. Temanku mengalihkan pandangan karena kami amat menggilai kosmetik, sangat bertentangan dengan isi dompet.
Ku teringat sesuatu,
Bergegaslah kami mencari toko pigora.
"Untuk apa pigora?", tanyanya bingung.
"Aku ingin menghadiahi seseorang di pernikahannya esok.", jawabku.
Kami melanjutkan langkah.
Kutemukan toko pigora di ujung, selain menjual pigora toko tersebut juga menjual berbagai souvenir dan kerajinan untuk mahar pernikahan. Aku meleleh melihatnya.
Ya! Lalu kuambil sebuah pigora berwarna putih susu. Sepertinya ini cocok.
Sambil menunggu penjual, aku dan temanku melihat-lihat berbagai macam benda cantik disana.
"Apakah sebentar lagi fah?", tanyaku dalam hati.
"Dengan siapa?", pertanyaan selanjutnya.
Temanku mengambil sebuah amplop undangan dengan desain feminim, klasik, tapi juga terkesan seksi.
"Nanti kalau kamu menikah undang aku pakai ini ya?", canda temanku.
"(Sambil tertawa) aku menikah dengan apa?", umpanku.
Bukan dengan siapa melainkan dengan apa, terkesan sangat mustahil mendapatkan seseorang yang se-iman dan se-pemikiran.
Bodoh, aku enggan memikirkannya lagi.
Si penjual datang, membungkus pigora yang kupilih, ku bayar. Aku dan temanku melanjutkan langkah menjelajahi pasar.
Tiga langkah di depan kami berjajar-jajar gaun pengantin putih berkilauan menyiksa mata, "indahnya!", gumamku.
"Bagus ya?", tanya temanku dengan tanpa berkedip melihat gaun-gaun itu.
"Ah biasa saja. Tidak ada model berhijab ya?", sahutku.
"Pasti ada lah", jawab temanku sedikit menggoda.
Mengapa beberapa hal berbicara tentang pernikahan? Seakan sengaja menyiksaku.
Hmmm.. Apakah point penting seluruhnya adalah "Pernikahan" ?
Aku sedikit irih dengan temanku, dia memiliki seseorang yang special di hatinya. Hanya sedikit irih, sedikit saja.
Hari berlalu begitu cepat, aku berusaha melupakan point penting hari itu, agar aku tenang. Tidak curang kan?

Selasa, 21 Februari 2017

Ceritakan Padaku

Belum saatnya pergi jauh,
Belum.
Sampai kapan menunda?

Malam ini ku perhatikan seseorang yang sedang sibuk memilih minuman, minuman di lemari pendingin sebuah minimarket.
Wanita itu mengambil sekotak susu coklat, lalu bergerak maju-mundur dari pintu lemari pendingin. Aku mengira ia kebingungan memilih rasa susu.
Ah rupanya ia mengembalikan susu coklat itu, bergegas menutup pintu lemari es, membuka pintu lemari es di seberangnya, dan happp..ia mengangkat minuman sari buah jeruk (jus).
Ugh.. secepat itu ia mengubah pilihan.
***
Aku menemukan adanya tatapan kebingungan di depanku, kaca lemari es pendingin minuman.
Selang 2 menit, tatapan itu berubah yakin, dan mengambil pilihannya.
Oh, rupanya wanita ini pandai membuat keputusan.
Aku meremas dua buah mie instant yang ada di kedua tanganku,
Aku terdiam,
"Mengapa aku tidak bisa melakukan sesuatu seperti wanita itu?", eranganku dalam hati.

Bukan terhitung hari ataupun bulan, ini sudah hitungan tahun, tetap saja aku belum bisa memutuskan sesuatu untukku, bukan, untuk hidupku.

***
Wanita itu segera menjauh dari pintu lemari pendingin, berjalan beriringan denganku, "ayo ke kasir".
Aku melangkah terbata-bata, pikiranku sangat sibuk, sibuk memikirkan kalimat terburuk untuk mengatai diriku.

Tidak ada yang tahu isi hati manusia,
Boleh jadi apa yang kulihat bukan keinginan yang sebenarnya. Boleh jadi pula semua itu hanya sebatas keinginan, keinginan untuk merasakan sesuatu yang berbeda dari 'biasanya'.

Ku hembuskan nafas,
Ah iya, sesuatu yang berbeda dari 'biasanya'. Apa?
Hidupku hanya satu warna, bisa kau temui aku seperti Color Overlay dalam Layer Style pada software Photoshop.
Jangan mengutuk aku menjadi seseorang yang menyedihkan, aku masih sanggup tertawa. Ceritakan padaku, bagaimana bisa aku jatuh hati padanya, aku akan tertawa. (Nur Cholifah)

Masih Rindu ?

Suatu siang aku dikejutkan dengan sepasang kekasih yang sedang berseteru hebat. Emmm.. rupanya mereka saling menuntut pengorbanan mereka.

'Pengorbanan' dalam cinta itu 'hal biasa',
Karena sudah menjadi 'hal biasa' maka tak patut lagi disebut 'Pengorbanan'.
Kalau kau masih menyebutnya 'Pengorbanan', cintamu masih dangkal, atau jangan-jangan itu bukan cinta (?)
Dan lagi,
Kau pun tak perlu menyebut pengorbanan'mu padanya. jika ia paham pastilah ia memahami itu sebagai 'cinta', bukan 'pengorbanan'.

Aku pun sedang berbicara padamu, iya, kamu, entah siapa, diriku sendiri mungkin.
*bercermin

***
Jangankan mereka sepasang kekasih muda,
Ibu dan ayahku saja masihlah gemar berbicara pengorbanan.
Ah.. aku tahu apa.

Pikiran ini melayang,
Seperti menerka sesuatu dibalik awan.
Kupandangi di luar jendela sana,
Tergambar aku, kamu, dia, dan mereka.
Pandanganku mulai bercerita entah seperti apa alurnya, namun amat ku ingat, aku tetaplah aku, sudah bosan bicara tentangmu, perjuangan, dan alasan.
Bukan aku yang menyerah atau pergi, tapi ceritanya yang memang sudah jauh berubah.
Setelah itu ku akhiri, hujan deras disana, ku tutup jendelaku saja.

***
Kurebahkan tubuhku sambil menatap langit-langit kamar,
Bukan seperti ini seharusnya.
Ya.. lalu bagaimana? Rencanaku hanya storyboard, pemainnya bukan hanya aku.
"Perjuangan macam apa yang membuatmu menangis setiap waktu?", seperti ada yang menyapaku demikian.
Jangan berlebihan,
Tidak ada siapa-siapa,
Hanya ada angin dan kerinduan.

Ku tutup mataku sejenak. Aku terlelap.
***
Hujannya belum reda,
Ku terbangun, ku perhatikan tetes-tetes hujan di kaca jendela.
Tubuh ini mematung.
Dingin, gemetar, dan menggigil.
Ku teringat kedua mata itu,
Semakin menggigil.
Kedua telapak tangannya menempel, memohon "maaf". Ingatanku sangat kuat rupanya.
Apakah aku masih rindu? Semoga tidak, ini hanya kedinginan karena di luar sedang hujan. "Aku benar, kan?", tanyaku termenung, menggigit bibir. (Nur Cholifah)