Media-media sekuler terus membanjiri kehidupan masyarakat kita dengan 1001 jenis hiburan dan kesenangan, supaya masyarakat tidak tahu hal apa dibalik itu semua, masyarakat tidak mengerti kenyataan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka tidak mengerti praktik kolonialisme yang sedang melanda daerahnya. Sumenep sedang dieksploitasi oleh media. Melalui media-media demikian sejatinya mereka ingin merusak mental masyarakat, membuat tumpul nalarnya, membuat mati spiritualnya, sehingga apa yang terjadi berikutnya? Masyarakat hanyalah manusia-manusia lumpuh yang tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka berfikir semua ini baik-baik saja, tidak ada masalah. Saya ingin mengutip salah satu kalimat dari dosen Perencanaan Produksi Media Elektronik dan Penulisan Artikel Populer, Surokim, S.Sos, M.Sos, “Kita harus menjaga jarak, menarik diri, agar kita mengetahui bagaimana suatu keadaan itu dalam pandangan yang lebih luas, lebih masiv, tidak sepotong-potong saja. Jika kita menjaga jarak, maka hal apapun itu kita akan dengan mudah menemukan permasalahan dan kritik.”.
Hal konyol terkait fenomena hiburan yang diadakan LIVE di Stadion Ahmad Yani Sumenep adalah mengenai tanggapan beberapa warga Sumenep sendiri. Mereka tidak merasa dirugikan, mereka hanya merasa ini sebagai hiburan, meskipun anak-anak mereka diliburkan sementara selama satu hari hanya untuk menyaksikan acara ini. Sebaliknya, beberapa orang bangga dengan diadakannya acara ini, dengan alibi Explore Sumenep, supaya Sumenep dikenal masyarakat Indonesia dalam cakupan yang luas.. bla bla bla.. pada umumnya, banyak teori media telah menjelaskan mengenai dampak media dengan perspektif dan perubahan tingkah laku audience-nya ketika berinteraksi dengan media. Dampak dari acara ini pun secara bertahap dapat memengaruhi tingkah laku masyarakat Sumenep, dan nanti pasti berujung pada budaya yang sedikit demi sedikit akan bergeser. Perubahan ini akibat informasi yang datang dari media atau dampak dari media itu sendiri. Begitu kuatnya media mendorong pola pikir masyarakat Sumenep dengan dampak yang begitu hebat seperti jarum suntik (Hypodermic). Teori jarum suntik menjelaskan bagaimana persuasi yang datang dari media memegang kendali penting dalam KAP (Kognitif, Afektif, Psikomotorik) masyarakat Sumenep. Contoh kecil yang saya amati saat acara ini berlangsung, masyarakat Sumenep sangat senang menerima hiburan, Dinas pun meluncurkan edaran untuk meliburkan siswa-siswinya selama satu hari untuk pro dengan acara Inbox SCTV tersebut. Mereka berdalih hal ini untuk penyambutan tamu, nilai tambahannya adalah Sumenep nantinya bisa dikenal oleh warga Indonesia melalui acara ini, masyarakat luas akan mengenal Sumenep dengan banjir budayanya.
Acara ini sangat berseberangan dengan Teori Proses Selektif Media, dimana pada teori tersebut dikatakan bahwa “Masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga masyarakatlah yang menentukan efek apa yang mereka ingin dapatkan dari informasi yang diberikan oleh media”. Pada fenomena ini, masyarakat hanya menerima saja, mereka tidak memilah-memilih. Intinya iya iya saja. Mau dieksploitasi, iya. Mau ditumpulkan pemikirannya, iya. Lalu? Kemanakah pemerintah kabupaten Sumenep sedang duduk manis melihat masyarakat dengan nilai agama yang cukup tinggi ditumpulkan begitu mudahnya? Individu akan melakukan proses imitasi yang mereka lihat dari media. Semakin dekat apa yang kita saksikan dengan karakter diri yang kita percayai, maka semakin dekat pula kita dengan proses imitasi tersebut. . Alhasil, ini hiburan atau eksploitasi? Dan siapa yang apatis disini? Wallohu alam bissowab.
Nur Cholifah, Mahasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura sekaligus anggota dari Divisi Teknologi Informasi Creative Computer Club Madura.