Sudahkah
mengenal saya? Sudahkan mengetahui apa dan bagaimana saya? Sudahkah mengenal
saya dan beragam obsesi saya? Tepat 17 Oktober 1996 saya menatap dunia. Kedua
malaikat saya memberi seuntai nama indah “Nur Cholifah”. Saya lahir dan
dibesarkan di kota ini, Sidoarjo. Saya bukanlah dari keluarga yang berada, saya menyukuri apapun keadaan keluarga saya. 17 tahun sudah saya mengenal
dunia, saya telah mengenal dan banyak mempelajari apa itu ‘Indah’, ‘Buruk’, ‘Kecewa’,
‘Bahagia’, ‘Tangis’, ‘Tawa’, ‘Berusaha’, ‘Mengejar’, ‘Mendapatkan’, ‘Terjatuh’,
‘Terbang’, ‘Patah’, ‘Bangkit’, ‘Susah’, ‘Menyenangkan’, ‘Memilukan’, ‘Gagal’, ‘Berhasil’,
‘Malu’, ‘Berharap’, ‘Menolak’, ‘Menerima’, ‘Terkesan’, ‘Bersemangat’, dan
‘Menyesal’.
Saya
hanya manusia biasa, sudahkan mengerti? Apa yang bisa dilakukan manusia biasa?
Sudahkah mengerti? Ya bagaimanapun kata orang-orang mengenai saya, saya terima.
Mereka hanya sekadar berbicara, mungkin mereka belum pernah mengalami langsung apa
yang saya alami. Beragam! orang lain selama ini menilai saya dari sisi negatif
maupun positif saya. Saya menyadari kekurangan saya, saya menerima apapun yang
mereka katakan, segala yang mereka nilai dari diri saya adalah cermin bagi saya.
Jika yang mereka katakan itu benar, baiklah. Jika tidak, saya tidak terlalu
mempermasalahkannya, cukup mengoreksi diri saya, membiarkan penilaian itu berlalu,
mengubah diri saya menjadi lebih baik lagi, dan menunjukkan kepada mereka
“Watch Me!”.
Saya
hanyalah seorang gadis sederhana, tak ada yang istimewa dari saya. Saya
hanyalah seorang gadis yang tak memiliki apa-apa, namun saya memiliki satu hal
yang amat bernilai. Cita-cita. Apapun yang terjadi, saya harus bisa mewujudkan
cita-cita saya. Saya hidup untuk mengabdi kepada dua malaikat saya, saya hidup
untuk menorehkan senyum di wajah kedua malaikat saya, saat ini saya belum bisa
mewujudkannya, saat ini pula saya sedang dan selalu berusaha mewujudkannya.
Yang saya punya hanyalah ‘Mimpi’, saya tak ingin gagal sepenuhnya, saya
mempersiapkan segalanya lebih awal, saya mematangkan semuanya hingga
benar-benar “Ok, Saya sudah Siap!”. Ada pepatah yang mengatakan “Maksud hati
memeluk Gunung, apa daya tangan tak sampai”, itulah yang menjadi bayangan bagi
saya yang setiap saat akan muncul difikiran saya ketika saya mulai merasa
‘Lelah’, dan saya akan kembali lagi ke Tujuan mengapa saya hidup.
Saya
adalah tipe orang yang selalu bersemangat dan tidak lekas puas akan hasil yang
sudah saya dapatkan. Apakah saya egois? Tidak. Mengapa? Karena menurut saya,
dalam mencapai sebuah kesuksesan, saya pantang untuk PUAS. Setalah mencapai
satu titik, saya harus mencapai titik selanjutnya. Jika titik selanjutnya telah
tercapai, maka saya harus mencapai titik berikutnya, hingga puncak. Semua ini
butuh proses, semua butuh tahapan. Mungkin, bagi mereka yang ‘berada’, semua
pencapain saya ini sanggup mereka raih hanya sekejap mata, namun, bagi saya
semua ini tidak semudah itu. Ya, memang! Tak semudah itu.
Hanya
satu difikiran saya, adalah bagaimana agar saya mampu mematahkan ‘Kesempatan-Gagal’
saya sendiri, yaitu ‘Bisa’ mewujudkan cita-cita dan keinginan saya. Ada banyak
hal yang mungkin mereka menyebutnya adalah ‘Rintangan’, ya! Benar! Saya pun
mendapatkannya, rintangan! Sampai sejauh ini, tidak pernah surut sesuatu yang
mereka sebut dengan ‘Rintangan’ itu. Saya hanya melakukannya, cukup hanya
melakukannya. memanglah tidak mudah, semua orang pun akan beranggapan sama
seperti saya. Usaha setiap orang berbeda-beda, begitu pula dengan saya. “Banyak
jalan menuju Roma”, saya mengerti! Saya paham! Cukup hanya berusaha dan memohon
izin kepada sanga pencipta.
Ditengah
tekad dan usaha saya yang seperti ini, saya mendapat satu masalah sepele namun
cukup berpengaruh, ya! Amat berpengaruh! Apakah ini letak kebodohan saya?
Mungkin Iya! Sudahkah mengenal apa itu Cinta? Sudahkah merasakan dampaknya?
Hmmmm, Apa kabar dengan saya? Ya! Itulah penyebab dari kegalauan saya, saya tak
cukup pandai menangani masalah ini. Memanglah benar! Saya mulai mengenal hal
ini ketika saya berumur 14 tahun. Saya mengenal hal ini mungkin terlalu awal
atau apalah? Ntah? Saya pun tak mengerti.
Sosok
penuh semangat dan selalu berkobar masihlah bisa terjatuh lemah tak bernilai
ketika dilanda permasalahan seperti ini. Selalu saya panjatkan doa serta beribu
permohonan saya kepada sang pencipta. Sudikah sang pencipta mengabulkannya?
Saya selalu berfikir “Pasti!”. Memanglah semua ini nampak berat, Ya Tuhan!
Semua ini nampak begitu sulit! Sudikah Engkau memberi kesabaran dan kekuatan
kepada hamba-Mu ini? Memohon agar diberikan ketenangan perasaan dan fikiran,
menyadari akan kesalahan yang telah ada, menyesali segala kesalahan, berbuat
yang lebih baik, serta selalu berfikir ‘Semua akan ada Balasannya’. Belumlah
cukup! Memanglah tak semuda berbicara, memanglah tak sesederhana melihat,
namun, inilah titik berat saya! Meyakinkan hati ini, Saya mampu! Harus! Saya
bisa! Harus! Tak peduli seberapa banyak air mata yang akan menetes lagi, tak
peduli seberapa dalam kesedihan akan menghampiri lagi. Cukup berat, Ya Tuhan! Sosok
itu yang meyakinkan saya bahwa ia menyayangi saya, sosok itu yang membuat saya
yakin bahwa ia lah orang yang saya cari. Ternyata semuanya Fana! Ia hanyalah
mempermainkan saya. Meninggalkan saya dengan alasan yang amat sangat konyol! Ya
Tuhan, engkau mengetahui segalanya! Sosok itu yang mampu membuat saya seperti
ini. Apakah ini yang disebut Tak Berdaya? Beritahu saya apa yang seharusnya
saya lakukan! Beritahu saya jalan mana yang harus saya lalui! Beritahu saya
bahwa semua ini hanyalah setitik ujian dari-Mu, Ya Tuhan! Apakah saya terlalu
mengeluh? Apakah ini disebut permohonan yang terlalu besar?
Inikah
yang mereka sebut dengan ‘Bodoh’? memang! Saya bodoh, membiarkah seluruh hati
ini melayang kepada seseorang yang belum mengerti dan menghargai tentang hal
itu (Cinta). Membiarkan semuanya berlalu kepada seseorang yang belum bisa
menjaga sebuah kepercayaan. Amatlah bodoh! Terlalu bodoh! Mengenalnya, mudah!
Seperti saya mendengar bait-bait kata pada lagu lama kesukaan saya.
Melupakannya, amat sulit! Seperti saya mencoba mencintai sosok yang belum
pernah saya temui. Ya Tuhan! Apakah saya terlalu mencintainya? Seharusnya Tidak!
Karena ia hanya mampu menoreh setitik kebahagiaan dan lalu kemudian membanjiri
hidup saya dengan tangis. Ia tak pernah mencintai saya dengan hati. Yang saya
tahu, ia hanya merasa ‘Kasihan’ pada saya! Ya Tuhan! Mengapa? Apakah saya
terlalu Menyedihkan hingga saya patut di-Kasihan’i? Pantaskah saya menangis?
Pantaskah saya bersedih? Pantaskah saya merasa Runtuh? Pantaskah Ya Tuhan?
Benar-benar saya merasa inilah batas saya! Hingga saya benar-benar merasa tak
mampu melanjutkan segalanya lagi. Membiarkan semua itu berlalu! Fikiran saya
berkata ‘Iya’, hati saya berkata ‘Tidak’. Apa yang seharusnya saya biarkan? Apa
yang seharusnya saya relakan? Apa yang seharusnya saya hapuskan? Nothing!
Apakah saya berputus asa? Tidak! Terlanjur sakit? Iya.
Cukup
menyedihkan, disinilah saya belajar. Cukup berat, disinilah saya bertahan.
Cukup melelahkan, disinilah saya bersabar. Cukup menyiksa, disinilah saya
berjuang. Cukup dan cukup, disinilah saya memohon pada sang pencipta agar selalu
diberi Kesabaran yang tak terbatas. Sebesar dunia, seluas jagad-raya, sedalam
samudera, saya memohon seperti itulah Kesabaran saya! Apakah saya terlalu
mengeluh? Kesedihan ini hanyalah ujian, semua ini hanya ujian untuk
bertambahnya derajat saya dimata sang pencipta, itulah yang saya tahu. Sempat
terfikir untuk mengakhirinya, namun saya berfikir ulang, apakah saya pantas
mengakhiri sesuatu yang tidak patut saya lakukan? Kembali lagi ke tujuan hidup
saya. Kembali lagi ke segala nya yang telah saya rencanakan. Tidak! Saya tak
semudah ini berlalu! Itulah ucap fikir saya. Apakah sudah usai kesedihan ini?
Ya! Mengapa tidak? Lima bulan sudah saya menggalau, Bodoh! Memang! Terlalu
bodoh! Ini belum cukup, tapi saya memaksa nafas ini untuk berkata ‘Ya, Ini Cukup!’.
Menyadari semua telah berlalu, sudah! Sudah! Cukuplah semua penyesalan dan
kebodohan ini! Tuhan pun mengerti. Saatnya bangkit! Apakah ini sudah saatnya?
memaksakan nafas ini untuk berkata ‘Ya, Ini saatnya!’.
Dimana?
Dimana sosoknya? Lenyap! Ntah? Saya pun enggan mengingatnya, dan saya tak bisa memperjuangkannya
lagi. Sejak saat itu, ketika saya menyadari bahwa selama ini ia hadir karena
rasa ‘Kasihan’, itu membuat saya cukup sakit, Ya Tuhan! Saya sadar, tiada yang
sempurna selain Engkau, Ya Tuhan! Maafkanlah kecerobohan hamba-Mu ini! Menilai
sosoknya sebagai sosok paling sempurna dihidup hamba adalah kesalahan besar.
Sudah! Ini sudah cukup! Sekiranya saya telah usai menghapus sedikit dari beribu
kenangan. Ya! Sedikit! Usai! Melanjutkan mimpi-mimpi saya yang telah saya buat.
Ya! Melanjutkan! Apakah telah usai? Mungkin belum. Tapi, kembali lagi ke tujuan
hidup saya. Apakah saya adalah manusia yang paling Menyedihkan sedunia? Apakah
saya adalah manusia yang paling Galau sedunia? Apakah semua ini terlalu Memilukan?
Apakah saya adalah manusia dengan beribu keluh-kesah? Apakah saya manusia
paling dan paling Bodoh sedunia? Tuhan, jawablah!
Cukup
berkata “Tidak! Bukan apa-apa!” ketika saya mulai didatangi rasa sedih yang
mendalam. Cukup berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja ketika saya
mulai terbawa kesedihan. Cukup bergumam “Ya! Sebentar Lagi Usai!” ketika saya
merasa sudah tidak kuat lagi. Cukup berpura-pura tersenyum ketika semuanya memburuk,
dan perlahan-lahan senyuman itu kan membuat saya melupakan bahwa saya sedang
berpura-pura. Ya Tuhan! Buatlah hamba-Mu ini mampu bertahan sekuat batu karang!
Amin. Yeee~ My Life Should Go On! Forgeting All Of My Anguish, Let Them Go!
Wake Up! Wake Up! Just Do Everything That Could Make U Go Upstairs, Fah! Go Go!
Hati berbisik
“Ini bukan akhir, ini permulaan, Fah!”. Setitik do’a atas segala apa yang saya
rasakan, semoga Tuhan mengirimnya ‘Bidadari Surga’ yang lebih dan lebih daripada
saya! Semoga ia tidak akan pernah merasakan sakit seperti yang saya rasakan. Semoga
selanjutnya ia mampu menentukan apapun yang terbaik untuk hidupnya. Semoga ia
menyadari bahwa saya ‘pernah’ mengizinkan ia mendapatkan hati ini. Biarkan saya
yang merasakan keperihan ini, biarkan hanya saya! Ya Tuhan, berikanlah
kebahagiaan selalu untuknya. Semoga ia selalu berada di jalan-Mu, dan selalu
diberikan kesadaran atas apa yang akan dan telah ia lakukan! Amin! Berikanlah ketabahan
selalu untuk hamba-Mu ini! Berikanlah Keikhlasan yang Lebih untuk hamba-Mu ini.
Bantulah hamba untuk membuka pintu Maaf yang seLuas-luasnya untuk ia, orang
yang mampu membuat saya seperti ini. Kabulkanlah, Ya Tuhan! Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar