Ntah
apa yang kumau, ntah apa yang kutunggu, semua lambang mengarahkanku untuk pergi
meninggalkan zona yang membosankan ini. dia lelaki yang kurang tepat untuk
diperjuangkan, untuk dinantikan, untuk dicintai. dia menyebutnya
"suka" namun ia takut 'kan jiwaku yang akan tersakiti olehnya nanti,
suatu saat. Oh man, that's ur fuckin' failure. Hmmm.. Seharusnya aku pergi.
Mendoakannya agar warna yang ia pilih adalah ssuatu yang terbaik nantinya. Iya,
warna merah pudar. Merah adalah cintanya, pudar adalah masa lalunya dengan
cinta itu. Seharusnya tak begini. Seharusnya ini semua kau sadari letak kata
"salah" itu sendiri. apa yang kau harapkan akan masa lalumu itu?
Kebersamaan kembali. Oh man, that's ur second fuckin' failure. Ntah apa yang
semut-semut kecil bisikkan padaku hingga aku tetap berdiri pada tempat yang
amat menyakitkan ini. Merasa tersakiti, tersakiti oleh keberadaanku sendiri.
Lucu sekali bukan? Iya, aku sakit. Sakit. namun tak pernah sedikitpun terlihat
olehmu. Iya. Aku menikmatinya. Tak usah khawatir. Semoga angin 'kan menuntunmu
kembali menuju merah pudarmu. Kebahagiaan selalu beserta kalian berdua
nantinya. Hanya bergumam perlahan "amin" dalam dada yang telah lama
menahan perihnya keadaan. Semut berbisik, apakah kau akan menyerah? Perlahan ku
sanggah, tidak, belum, tapi apa yang pantas kutunggu? Dia masihlah berat pada
merah pudarnya. lalu? Masihkah aku bisa berada pada keadaan ini? Ia tak
memikirkan, ia tak merasakan, yang kusebut menunggu adalah hal termanis yang
dirasakan oleh orang yang tak punya hati. Manis sekali. Namun aku tak
sepertinya, ini pahit. Pahit sekali, semoga 'kan tetap manis suatu saat nanti.
Angin malam mengamini gumamku dalam sepi malam itu. Yah, aku belum menyerah
dalam kabut abu-abu gelap ini. Setidaknya nanti aku mendapat kabar gembira,
bahwa penantianku tak sia-sia. Nanti. Suatu saat!
-Cholifah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar