Memandang malam berharap kantuk datang. Bukan kantuk yang datang ah malah ingatan. Buruk jika ku menyebutnya cinta, dimanakah letak kata cinta jika disana terdapat pengharapan. Yang kutahu cinta adalah keikhlasan. Memang sulit berbicara keikhlasan. Aku pun baru mengetahui apa itu ikhlas. Seperti cahaya lilin yang tak terlihat di tengah gemerlap kota, aku hidup. Seperti titik-titik hujan membasahi dunia, aku ada. Entah apa yang kumau, ku bertanya merontah kepada angin "dimanakah letak cinta dan keikhlasan itu?" angin tertawa sekilas saja lalu pergi meninggalkanku. Malam semakin gelap, namun mata ini enggan menutup. Masih nampak jelas bayangannya di kota sana. Apa yang kumau? Akankah aku tetap terdiam piluh dan belajar apa itu ikhlas? Ya! Tahun itu ia meleburkan cintaku. Cintaku dimusnahkannya sketika. Tapi mengapa aku tetap berdiri kokoh diatas kaki yang tak jauh lebih rapuh daripada akar yang tak lagi mampu menancap dalam tanah. Ahsudahlah. Ia tak mencintaku. Sudah terhitung duabelas bulan aku tetap bertahan dengan pengharapanku. Ah! Aku lupa, cinta adalah keikhlasan. Angin datang padaku seraya berbisik "tutuplah matamu, nikmati malam kelabumu, yakinlah kau 'kan bertemu dengannya, dalam mimpi indahmu". Dan aku pun terlelap ditemani butir-butir air mata. Aku rindu ia, di kota sana.
(NC, sidoarjo, Agustus '15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar