NUR CHOLIFAH (140531100097)
ILMU KOMUNIKASI - C
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
1. Teori Kritis Habermas. Habermas ingin
melanjutkan proyek modernitas. Tapi, sebelum itu kita harus mengetahui
lawannya, yaitu mengapa modernitas ingin disingkirkan. Jawabannya adalah karena
Modernitas (yang saya maksud dengan modernitas di sini adalah pemikiran-pemikiran
yang lahir dan berkembang dari zaman yang disebut zaman modern dirasa tidak
berhasil untuk membebaskan manusia dari pemikiran-pemikiran irasional
sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pelopornya. salah satu argumen
terbesar adalah yang dilontarkan oleh Mazhab Fraknfurt (tempat Habermas bekerja
sendiri) yaitu bahwa modernitas justru melahirkan ilmu pengetahuan yang malah
menjadikannya sebuah mitos yang irrasional. Tujuan teori kritis ini adalah
memberikan kesadaran untuk membebaskan manusia dari masyarakat irasional dan
dengan demikian memberikan pula kesadaran untuk pembangunan masyarkat rasional
tempat manusia dapat memuaskan kebutuhan dan kemampuannya.
Menurut habermas kebuntuan itu adalah karena para
pendahulunya masih menggunakan modus filsafat kesadaran yang
bersifat monologal. Filsafat kesadaran ini dimulai dari Descartes dan
digunakan oleh hampir semua filsuf pencerahan. Dan kebuntuan para pendahulu
Habermas dikarenakan mereka menggunakan modus yang sama untuk mengkritik filsafat
pencerahan. Yaitu sama-sama dengan ideologi (padahal itu adalah hal yang
ditolak oleh Mazhab Frankfurt)
Lalu teori yang dibangun oleh pendahulunya tersebut
diperbarui oleh Habermas. Menurut Habermas yang diinginkan para postmodernis
adalah keluar dari rasio yang berpusat pada subjek. Menurut Habermas Modernitas
adalah proyek yang tidak pernah selesai. Jalan keluarnya adalah bukan dengan
meninggalkannya melainkan dengan membenahi cacat-cacatnya.
2. Pemikiran filsafat politik dan teori
tindakan komunikatif Habermas dibangun untuk menjelaskan bagaimana suatu
masyarakat kompleks saat ini menghasilkan produk hukum yang legitim (keabsahan berdasarkan
hukum dan undang-undang yang berlaku). Gagasan Habermas mengenai tindakan
komunikatif (mudah dimengerti dan dipahami) sangat erat hubungannya dengan
situasi demokratif (mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban) yang merindukan suatu konsensus
Artinya,
setiap tindakan menjadi tindakan rasional yang berorientasi kepada kesepahaman,
persetujuan dan rasa saling mengerti.
3. (Kata deliberatif berasal dari kata
Latin deliberatio atau deliberasi (Indonesia) yang artinya
konsultasi, musyawarah, atau menimbang-nimbang). Demokrasi bersifat deliberatif
jika proses pemberian alasan atas suatu kandidat kebijakan publik diuji lebih
dahulu lewat konsultasi publik, atau diskursus publik. Teori tentang demokrasi
deliberatif adalah suatu upaya untuk merekonstruksi proses komunikasi dalam
konteks negara hukum demokratis. Masyarakat yang membudayakan proses legislasi
hukum secara demokratis akan dirangsang untuk memobilisasi solidaritas sosial
yang makin meninggalkan perspektif etnosentris (sikap / pandangan yang
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri) para anggotanya, karena
dalam setiap komunikasi autentik (dapat dipercaya, sah) para partisipan dapat
mencapai saling pemahaman dengan cara mengambil alih perspektif partner
komunikasinya.
4. Habermas melihat kapitalisme modern
seperti yang dikarakterkan oleh dominasi negara atas ekonomi dan bidang-bidang
lain dari kehidupan sosial. Bagi Habermas intervensi negara dan akibat
pertumbuhan dari nalar instrumental telah menjangkau suatu titik berbahaya yang
disebutnya sebagai suatu “utopia negatif” adalah mungkin. Rasionalitas progesif
dan putusan-putusan publik lebih menjangkau titik dimana organisasi sosial dan
perbuatan putusan mungkin bisa di delegasikan kepada para penghitung
mengeluarkannya dari arena perdebatan publik secara bersama-sama.
5. Menurut Habermas teori praktis adalah
tindakan yang membebaskan model teori kritis dengan maksud praktis. Dalam
masalah teori-teori Habermas mempunyai beberapa kepentingan. kepentingan
pengetahuan dan kepentingan praktis-ide itu bukanlah tidak serupa dengan
mengatakan bahwa seorang mahasiswa mengembangkan suatu “kepentingan” dengan
maksud untuk memperoleh suatu tingkat dari tujuannya. Kepentingan yang dibicarakan Habermas ini,
bagaimanapun juga dimiliki oleh kita semua dalam keanggotaan masyarakat
manusia. Kepentingan selanjutnya yaitu kepentingan praktis, yang pada
gilirannya memunculkan ilmu pengetahuan Hermeneutik yang dengan caranya
menginterpretasikan tindakan satu sama lain. Baik secara individu, sosial
masyarakat maupun secara organisatoris secara kritis menurut Habermas.
Kepentingan praktis, kata Habermas memunculkan suatu kepentingan ketiga,
“kepentingan emansipatoris“ (emansipatoris = memberdayakan manusia sebagai
human, bebas).
Sumber : Website, Buku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar