Translate

Minggu, 21 Juni 2020

Menikah

Kau mau membahas judul ini bersamaku?
Syaratnya mudah, duduk di sampingku dan genggam tanganku. Tatap aku, sampaikan bahwa kau mencintaiku.

----

Menikah bukan soal usia, bukan pula soal keinginan semata, atau malah Trend kekinian yang sedang dilombakan banyak orang.
Menikah urusan kesiapan untuk kehidupan baru, kehidupan bersama satu orang, itu, itu, dan itu saja.

Sebentar, kau masih menatapku kan?

Menikah denganku, tak hanya tantangan sebuah kesiapan diri. Tak hanya disebut menjalani hidup baru. Tapi lebih kompleks daripada itu. Aku mengajakmu merangkak ke memori kita berdua. semoga kau masih kuat mengingatnya. Semoga kau sungguh-sungguh membaca ini.

---

Kali pertama mengenal, hanya sekadar tahu siapa dirimu, di Universitas itu.
Kau mungkin tak tahu siapa aku.
Berbekal postinganmu di salah satu Grup Prodi itu, kau geram melihat komentarku, iya kan? Tak perlu kusebut lagi betapa aku juga sangat kontra dengan gayamu yang sok idealis dibungkus perfeksionis.
Soal perdebatan, kau cukup handal. Tapi kau lupa bagaimana cara bangun dan merawat citra. Aku memaklumi, mahasiswa se-kaku dirimu memang seperti itu, Wahai seniorku.
Kembali ke perkataanku tadi, kau geram setiap membaca komentarku yang mungkin bagimu aku sedang menjilat pantat orang-orang itu, kan? Bagaimanapun, aku hanyalah anak tadi siang yang bertingkah picik menyambut postinganmu.

---

Akun Instagramku yang kugunakan untuk menjual jasa dan produk ternyata memiliki fungsi lain, menemukan orang-orang yang relate dengan follower. Tak sengaja kulihat namamu, seketika kumengingat "Kau rupanya orang itu!!! Si idealis!!!".
Mental detektifku muncul, kuberanikan klik akunmu. Kutemukan sesuatu. Blogger!

---

Sama sekali aku tak tertarik memulai hubungan dengan siapapun di dunia maya, kecuali dengan seseorang yang telah berhasil merobek-robek kepercayaanku 2017 silam. Kau menyerobot masuk tanpa Assalamu'alaikum dan tiba-tiba menjadi sesosok makhluk yang kukagumi. Bagaimana tidak kak, mengetahui kau suka menulis Blogger, kumulai berani menyapamu. Anganku sebatas apakah mungkin aku perempuan pertama yang berani melempar sapa terlebih dahulu, ataukah mungkin sebelum ini sudah banyak perempuan yang berani menyapamu Kak? Haha kau cukup populer, Kak.

---

Mengirim-Membalas pesan-langsung yang tersedia di fitur Instagram membuat hari-hariku terasa sedikit mengasyikkan, smoga kau melewatkan membaca kalimat ini. Hihi
Seringkali bertukar pendapat dan pandangan yang membuat pembicaraan virtual menjadi ngalor-ngidul haha-hihi'ku di kamar kosan sambil menatap tugas kuliah di dalam layar.
Tak lama, kita saling bertukar kontak pribadi.

---

Kau memang menyebalkan, sangat menjengkelkan. Semua kau bungkus epic dengan kelucuanmu. Menarik!
Kumau tahu, apa yang ada di pikiranmu waktu itu? Pernikahan? Hahaha

---

Senang berbagi hal-hal sepele denganmu, kaupun menanggapinya. Terbesit fikiran, mengapa ada makhluk Tuhan macam kita berdua? Hahaha
Penuh dengan trauma-percintaan, hari-hariku kau buat sedemikian indah, Kak. Terima kasih ya? 🙂

---

Tumbuh rasa yang entah itu apa, tak mungkin mahasiswi yang belum menyelesaikan skripsiannya berani berterus-terang padamu, Kak. Mengulur waktu sambil terus memperhatikan gerak-langkahmu. Se-rinci itu!
Kau menyiram air panas di atas kepalaku malam itu ketika aku hendak memberitahumu sesuatu. Ya! Seseorang yang lain telah memilikimu.
Aku bersama kekasihku, dan kaupun juga.. telah memiliki seseorang itu.
Sampai sini, dimana kah hatimu?

---

Beberapa bulan berlalu, kita meninggalkan cerita kita masing-masing. Tapi tidak dengan kegilaan.
Hey! Kau! Otak mutasi ke tulang belakang! tolol tembus DNA dan RNA! Aku mencintaimu!

---

Tanggal delapan bulan delapan tahun dua ribu delapan belas, hari sabtu. Ruang tamu rumahku berisikan kamu, Kak. Berani-beraninya kau menemuiku dan ayah-ibuku. Se-tebal itu urat beranimu, Kekasihku!
Alun-alun kota sidoarjo menjadi saksi kala kau berkata "Terima kasih telah menyelamatkanku" sambil tertawa tipis.
Maksudmu, kau bisa merokok semaumu kan disitu? Hhh.. laki-laki.

---

Tanggal dua puluh bulan dua tahun dua ribu dua puluh, kau memenuhi ucapanmu, datang ke rumahku beserta rombongan keluargamu. Apakah.. saat itu.. kau telah meyakinkan dirimu.. bahwa kau mencintaiku??
(Pertanyaan yang selalu berputar di atas kepalaku).

---

Tanggal tiga belas bulan enam tahun dua ribu dua puluh, kuarak keluargaku menginjakkan kaki di rumahmu, menegaskan kapan kau akan menikahiku?
Sesingkat itu kuyakinkan diri ini bahwa aku telah luluh se-luluh-luluhnya atas nama cinta.
Kita semua menyepakati tanggal resmi kita, diaamiini belasan orang yang hadir. Senyum rekah menghiasi siang hari itu, langit cerah melihat kebahagiaan keluarga kita.
Apakah kau sungguh mencintaiku, Kak?
(Masih pertanyaan yang sama).

---

Tiada malam tanpa merindukanmu, bagaimanapun, kuingin tahu, bagaimana jika kau merindukanku? Senikmat martabak jamur yang kita santap malam hari di Kota Jombang waktu itu? Atau lebih nikmat lagi tahu-telor yang kau belikan untukku?
Aku merindukanmu, kau yang banyak diam, kau yang banyak menatap ponselmu, kau yang banyak melatihku berjalan penuh kemandirian.
Kau mungkin lupa bahwa kau tak suka perempuan mandiri, didik aku agar kau menyukaiku, Dan jangan kau ajarkan aku untuk terbiasa dengan 'mandiri' yang kau ciptakan itu.
Apakah kau mencintaiku?
(Masih dengan pertanyaan yang sama).
Yakinkan kembali, apakah kau mencintaiku?

---

Menikahiku artinya adalah kau siap menanggung aku dan perasaanku. Artinya adalah kau siap memberikan seluruh hidupmu untuk membahagiakanku. Artinya adalah sebuah kesiapan besar untuk hal-hal berat yang harus kita genggam bersama. Artinya adalah kau siap mencintaiku seutuhnya selamanya dan satu-satunya. Apakah kau mencintaiku? Apakah kau mencintaiku? Apakah kau mencintaiku?

---

Aku telah mencintaimu, dan selalu mencintaimu. Sejak hari itu, detik ini, hingga selamanya.

Sudah malam, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membahas judul ini bersamaku. Kau butuhkan cukup istirahat, Kasihku. Sleep tight..