Translate

Selasa, 02 Mei 2017

Tentang Entah

Tak salah apa yang orang-orang katakan,
"Lakukan sesuatu yang baik, jika menginginkan hasil yang baik pula."
Bagaimana bisa, seorang bujang yang sedang duduk termenung sendiri dihadapan kopi pahitnya malah bingung memikirkan kalimat itu.
Ia sadar diri bahwa ia belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri, alasannya pun kuat, namun sedikit lucu.
Bujang itu masih sibuk dengan pikirannya yang berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam.
Ia akhirnya mengambil secarik kertas, menyobeknya dengan arah vertikal, mudah. Lalu ia mengambil kertas lainnya, menyobeknya dengan arah horizontal, mudah. Kembali ia mengambil kertas, menyobeknya menjadi tiga bagian, sedikit rumit untuk membuat sobekan yang sama besar.
Ia menyeruput kopinya, dan tatapannya masih menatap kertas itu. Memikirkan entah.
Matanya mulai berkaca-kaca, masih memikirkan entah.
Ia mengusap keningnya dengan sedikit memberi pijatan menenangkan. Ia mencoba memikirkan satu cara agar ia mampu memaafkan dirinya sendiri. Persoalan entah.
Malam itu langit sangat cerah, bintang bertaburan, bulan sangat elok menawan. Matanya makin berkaca-kaca, hendak meneteskan butiran bening yang melegakan.
Bujang itu seorang wanita, duduk termenung sambil membohongi dirinya, mengatakan bahwa ia takkan menangis untuk kesekian kali, tapi sayang ia tak pandai berbohong, sayang sekali.
Awan menutupi bintang-bintang cantik di langit cerah, seakan membiarkan wanita itu menangis. Lagi.
Belasan menit berlalu, ia kebingungan mencari sesuatu. Dicarilah sekelilingnya, ah iya, selembar tissue, didapatkannya, cukup.
Ia memutar cangkir kopinya, mengarahkan gagang cangkir tepat di depan tangannya, iya, untuk memudahkan pegangannya.
Ia sangat hancur, terhadap entah. Mulutnya bisu, sedari kemarin sore. Dipaksa membuka mulut untuk sesuap nasipun ia tak terbuka. Malam itu lambungnya kacau, ingin sesuatu untuk diremas. Tapi ia abai. Kembali ia meneguk kopi.
Suasana hatinya tak menentu, hari ini ia berbohong untuk tidak menangis, kemarin ia berbohong untuk tersenyum, semuanya gagal sia-sia. Kembali ia memutar cangkir kopinya, mengarah kepada entah. Ia menengok sebelahnya, berharap si dia duduk menemani kopi malamnya. Kembali ia terdiam.
Pikirannya kacau, sepertinya ia sakit. Diberikan obat apa pun tak kunjung membaik. Maunya hanya satu, berdamai dengan hatinya, dengan dirinya sendiri. Namun ia tak bisa. Terus memberi hukuman berat kepada dirinya sendiri, bertahun-tahun. Ia lupa kata cukup.
Beberapa helai rambutnya menutupi mata, lalu ia menyibakkan di balik daun telinga.
Diraihnya sebuah ponsel dan headphone keluaran terbaru tahun ini, ditancapkannya port headphone pada lubang ponsel pintar miliknya. Jarinya mengetuk layar ponsel, memutar sebuah lagu tentang putus asa dan kehilangan. Ia memikirkan entah. Jari yang lain menuju tombol volume. Musik itu memutar dengan keras. Berharap isi otaknya hancur lebur malam itu.
Tetiba air matanya jatuh kembali. Ia acuh.
Sampai malam ini wanita itu tetap menangis dan memutar sebuah lagu berkali-kali, ia belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar