Translate

Jumat, 04 Januari 2019

Sedikit Lebih Lama Lagi

"Aku tidak seperti perempuan lain. Aku tercipta seperti ini. Payah soal bersolek. Menghafal nama-nama kosmetik saja aku sangat memaksakan otak kiriku.", kata perempuan kepada lelakinya. Kemudian ia menggunakan alat Electroencephalograph untuk memastikan apakah pernyataannya itu benar.

"Kata mama, belajarlah sedikit-sedikit soal make-up ataupun riasan. Nantinya mama ingin kaulah penerus usahanya. Jika kau tidak terpaksa.", pinta lelaki yang amat dicintainya.
Malam itu sang perempuan mulai memikirkan apa yang baru saja ia baca dalam chat-room tadi, sembari ia membayangkan kelak bagaimana jadinya bila ia menjadi seorang perias. Ah! Tiba-tiba saja ia begitu. Hahaha

"Memakai bedak wajah saja aku tak pernah. Berangkat kuliah dulu pun hanya mandi, berbaju, lalu berangkat.", tuturnya pada sang laki-laki sambil ia mengingat-ingat betapa cantik pesona para gadis di kampusnya yang setiap hari berbalut riasan wajah, sangat berbeda dengan dirinya.




"Sayang, sayang juga berhak berias diri. Tidak masalah memakai kosmetik ini itu. Asalkan untukku. Hanya untuk diriku.", sahut sang lelaki. Mata perempuan mengerjap menatap layar ponsel. Ia merasa sangat istimewa malam itu. "Aku tidak ikhlas jika perempuanku dinikmati oleh orang lain, sekalipun hanya pandangan.", tambah sang lelaki. Perempuan itu makin mencintainya.

---

(22 Desember 2018)

Perempuan itu mencoba sebuah produk pemerah bibir yang beberapa hari lalu sengaja ia beli di sebuah toko kosmetik besar di kotanya.
Sekali dua kali ia mengusapkan pemerah bibir dengan aplikator, terasa lembut menyatu dengan bibirnya.
"Apakah ia akan suka?", tanyanya lirih pada diri sendiri sambil terus menatap cermin di hadapannya.
Perempuan itu mengingat memori beberapa waktu yang lalu, ia berhak merias diri. Hihihi

Hari itu adalah hari kesekian kunjungan si laki-laki ke tempat tinggal si perempuan. Tepat hari itu mereka merencanakan hendak menghibur diri, menapakkan kaki ke suatu tempat yang sedikit lebih jauh dari biasanya.
Kemarin sudah tersusun rencana akan pergi ke suatu kota di arah selatan.
Alam belum mengiyakan, rencana gugur sebab suatu alasan yang tidak terprediksi sebelumnya.

Pergilah mereka ke kota sebelah, merayakan hari terbayarnya kerinduan yang sudah menumpuk lebih dari satu bulan.
Perempuan itu tak pernah benar-benar berani menatap matanya.
Ia hanya berpura-pura melihat, sedang hatinya kacau tak beraturan. Debar jantungnya berantakan. Suhu tubuhnya berubah tak karuan.
Malam itu ia merasa rindu terbayarkan, beberapa saja, hanya sebagian, tidak ada seperempatnya. Masih banyak rindu yang belum ditebus tuntas. Laki-laki itu masih berhutang padanya.
Ia yakin, suatu saat, hak merindukan setiap sepersekian detik akan menjadi miliknya, dan terbayar utuh, tak akan ada hutang rindu lagi.
Ia hanya butuh bersabar. Tetap bersabar. Sedikit lebih lama lagi. Bersabar, suatu saat akan terbayar.

Ia memeluk erat lelakinya. Angin menghantarkan aroma, dia benar-benar sedang jatuh cinta, lagi. Untuk yang kesekian kalinya, dengan laki-laki yang sama.




















(Cerita sudah diperkaya oleh Penulis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar