Translate

Sabtu, 04 April 2015

"Teori-Teori Sosial" (Anthony Giddens)

NUR CHOLIFAH (140531100097)
ILMU KOMUNIKASI - C
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA






1.                     Teori strukturasi yang berusaha mencari ”jalan tengah” mengenai dualisme yang menggejala dalam ilmu-ilmu sosial. Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial. Seperti: fungsionalisme struktural (fungsionalisme: teori yang menekankan bahwa unsur-unsur di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan itu saling bergantung dan menjadi kesatuan yang berfungsi. Struktural: berkenaan dengan struktur) yang cenderung ke obyektivisme. Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, interaksionisme simbolik, yang cenderung ke subyektivisme).
                        Teori Strukturasi memusatkan pada praktik sosial yang berulang itu yang pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur keduanya. Antara agen dan struktur tidak dapat dipisahkan, menurut Giddens antara agen dan struktur seperti dua mata uang logam. Keduanya memiliki hubungan dwi rangkap. Titik tolak analisisnya adalah tindakan manusia, aktivitas “bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus menerus mereka ciptakan-ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor di dalam dan melalui aktivitas mereka, agen menciptakan kondisi yang memungkinkan aktivitas ini berlangsung”. Aktivitas tidak dihasilkan melalui kesadaran, melalui konstruksi tentang realitas, atau tidak diciptakan oleh struktur sosial. Dalam menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor, orang terlibat dalam praktik sosial dan melalui praktik sosial itulah baik kesadaran maupun struktur diciptakan. Gidden memusatkan pada kesadaran atau refleksivitas. Dalam merenung (reflexive) manusia tak hanya merenungi diri sendiri, tetapi juga terlibat dalam memonitor aliran terus-menerus dari aktivitas dan kondisi struktural. Secara umum Giddens memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik sosial, struktur, dan kesadaran diciptakan. Jadi, Giddens menjelaskan masalah agen-struktur secara historis, processual, dan dinamis.
                      Dalam The Constitution of Society, Giddens menekankan peran onterpretasi dan sistem makna dalam hidup manusia. Manusia adalah subjek dan pelaku sebagai dualitas yang saling mendukung. Manusia adalah subjek yang aktif dan kreatif. Giddens menolak pendapat bahwa manusia adalah boneka ciptaan aturan-aturan dan struktur-struktur eksternal. Menurutnya struktur berada diluar individu. Struktur memiliki keberadaan yang sebenarnya dalam pola-pola pikir, berisi aturan-aturan dan sumber-sumber (pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan praktis) yang diperoleh seseorang melalui sosialisasi. Struktur sebagai medium dan hasil dari tindakan. Struktur menjadi medium karena seseorang tidak dapat bertindak tanpa kemampuan dan pengetahuan yang sudah terbatinkan. Struktur menjadi hasil karena pola budaya yang luas direproduksi ketika digunakan. Strukturalisasi menangkap gambaran tentang hidup sisal sebagai proses timbal balik antara tindakan-tindakan individual dan kekuatan-kekuatan sosial.
                      Menurut teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman  aktor ataupun keberadaan setiap bentuk totalitas kemasyarakatan, melainkan praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan waktu. Aktivitas sosial memiliki tujuan bahwa aktivitas-aktivitas sosial tidak dilaksanakan oleh aktor sosial melainkan secara terus menerus mereka ciptakan melalui alat-alat yang digunakan untuk mengekspresikan dirinya sendiri sebagari aktor.
1.                        Teori Strukturasi diatas adalah teori yang menepis Dualism. Usaha pertama yang dilakukan Anthony Giddens untuk menyelesaikan persoalan yang dialami oleh ilmu-ilmu sosial adalah melakukan telaah kritik terhadap mazhab-pemikiran yang ada. Ia memulai dari tradisi pemikiran Karl Mark, Emile Durkheim, dan Max Weber. Lalu ia mengarahkan refleksi pada berbagai pemikiran yang sudah menjadi “isme” dewasa ini seperti fungsionalisme Parson, interaksionisme Goffman, Marxisme, strukturalisme Saussure, post-strukturalisme Foucault/Derrida. Lalu, Anthony Giddens mengemukakan kritiknya mengenai Dualisme. Berpandangan dualisme yang terjadi antara agen-struktur terjadi karena struktural-fungsional (struktur berdasarkan jabatan, dilihat dari segi fungsi, secara sepadan), yang menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontingensi dari aktivitas agen. sedangkan konstruksionisme-fenomenologis (susunan-ilmu perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat), yang baginya disebut sebagai berakhir pada imperialisme (penjajahan yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar) subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakhiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut. Dualisme itu berupa perseteruan antara subjektivisme dan objektivisme, voluntarisme dan deter-minisme (paham yang menganggap setiap kejadian atau tindakan merupakan konsekuensi kejadian sebelumnya dan ada di luar kemauan). Yang pertama ialah cara pandang yang memprioritaskan tindakan ataupun pengalaman individu di atas gejala keseluruhan. Yang kedua merupakan kecenderungan sebaliknya. Menurut Giddens, akar dari dualisme itu terletak dalam kesesatan melihat objek kajian ilmu-ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukanlah peran sosial seperti dalam fungsionalisme Parsons, bukan kode tersembunyi seperti terdapat dalam strukturalisme Levi-Strauss, bukan pula keunikan-situasional seperti dalam interaksionisme Goffman. Bukan keseluruhan, bukan bagian dan bukan pelaku-perorangan, melainkan titik temu keduanya, yaitu “praktik sosial yang berulang serta terpola dalam lintas ruang dan waktu”.

2.                        Pemikiran Habermas, persilangan dari historiche Denken (pemikiran historis) dan utopische Denken (pemikiran utopis). Pemikiran historis mengkritisi pemikiran utopis untuk tidak mengawang melampaui pengalaman konkret-historis. Pemikiran utopis membuka peluang dan ruangan untuk alternatif-alternatif, yang memang diperlukan, agar orang tidak terikat pada kontinuitas sejarah tanpa kebaruan alternatif. Dialektika ini tidak selalu bisa berjalan seimbang. Kadang-kadang orang terjerumus ke dalam utopia berlebihan (seperti Thomas Morus dengan utopia-nya atau Francis Bacon dengan Nova Atlantis-nya). Kadang-kadang orang terjerumus ke dalam realisme historis total dan mengingkari utopia. Baru pada abad ke-20, misalnya dengan munculnya Ernst Bloch dan Karl Mannheim, kecurigaan terhadap utopia bisa “dibersihkan”. Utopia bukanlah lamunan kosong tetapi suatu program alternatif bagi kehidupan yang seharusnya diletakkan dalam proses historis. Kebingungannya terletak disini, apakah ilmu-ilmu sosial dewasa ini tetap mempertahankan dimensi utopis atau malah lebih menengok dimensi historis? apa yang diberikan Anthony Giddens terkait dengan dilema disekitar persolan ini? jika utopia ditinggalkan sama sekali, krisis bukannya hilang, malah makin menghebat. Kita jadi kehilangan cita-cita. “jika oase utopis mengering, akan terbentanglah padang pasir kedangkalan dan kebingungan”, perkataan Habermas. Lalu, Anthony Giddens dituduh sebagai orang yang menyodorkan solusi-solusi utopis bagi dilema yang sangat real. Anthony Giddens menjawab bahwa visinya menganut “Realisme-Utopis”. Maksudnya, suatu pendekatan yang menggambungkan ide-ide utopis dengan trend-trend yang bisa diamati secara empiris. Kita perlu mengantisipasi masa depan. Cara kita mengantisipasi masa depan itu akan membantu kita untuk membentuk masa depan itu sendiri. Karenanya, dengan menarik solusi-solusi yang tampaknya utopis dari gerakan sosial progresif yang sedang terjadi, orang kiranya dapat melakukan perubahan-perubahan yang dulu dikira tidak mungkin.




Sumber : Website, Buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar