Translate

Sabtu, 04 April 2015

"Teori-Teori Sosial" (Jacques Derrida)

NUR CHOLIFAH (140531100097)
ILMU KOMUNIKASI - C
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA




1.                  Jacques Derrida dianggap sebagai pendiri ilmu Dekonstruktivisme, yaitu sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Jacques Derrida dianggap salah satu filsuf terpenting di abad ke 20 dan ke 21. Pada awalnya strategi dekonstruksi ini untuk mencegah totaliterisme (paham yang dianut oleh pemerintahan totaliter dan praktik-praktik yang dilaksanakan)  pada segala sistem, namun akhirnya jatuh kedalam relativisme (pandangan bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh akal budi yang serba terbatas maupun oleh cara mengetahui yang serba terbatas) dan nihilism (paham aliran filsafat sosial yang tidak mengakui nilai-nilai kesusilaan, kemanusiaan, keindahan, dsb, juga segala bentuk kekuasaan pemerintahan, semua orang berhak mengikuti kemauannya sendiri).
            Istilah dekonstruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term (istilah) tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme. Teori ini mengkritik keseluruhan dari filsafat barat. Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah “kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan begitu seterusnya.

2.                  Pada tahun 1987, Derrida mengeluarkan kumpulan esainya dalam teks yang berjudul Pshyche. Dasar dari risalat ini adalah untuk menyatakan seberapa besar kemungkinan untuk membicarakan (yang Lain). Menurut Derrida, sikap yang tepat terhadap (yang Lain) adalah menunggu, menginginkan, dan bersiap bagi masa depan, yaitu dari mana (yang lain) itu berasal (Yang Lain) tidak berasal dari masa kini. Untuk menjelaskan mengenai sikap menunggu dan bersiap, Derrida kembali mengutip dari tulisan sebelumnya yang berjudul structure dan Sign and Play. (Yang Lain) itu datang sebagai bencana, tidak peduli baik atau buruk, kedatangannya akan terlalu asing untuk dihasilkan oleh realita.
            Contoh : saya menginginkan berlanjut S2 di Harvard University jika saya sudah lulus dari Universitas Trunojoyo Madura ini. Saya menginginkan kuliah disana (Harvard University), saya menunggu saat itu tiba. selagi saya menunggu, saya menyiapkan diri saya sebaik mungkin agar saya layak untuk kuliah disana, dengan cara saya akan terus belajar supaya saya lulus dari sini (UTM) dengan nilai yang sesuai dengan target saya, dan saya juga terus belajar supaya nilai TOEFL dan IELST saya cukup saya gunakan untuk melanjutkan kuliah di Harvard University, saya juga banyak belajar berorganisasi supaya saya memiliki bekal keorganisasian yang membanggakan. Kesimpulannya, Saya menginginkan suatu hal (berlanjut S2 di Harvard University), saya menunggu saat yang tepat, dan saya menyiapkan diri saya untuk menyambut hal tersebut yaitu dengan berbagai cara (belajar banyak hal dengan sebaik mungkin). Saya akan berjuang sebaik mungkin agar diri saya pantas berkuliah disana. Jika usaha saya sudah matang keseluruhan, maka saya pun telah bersiap untuk menerima hasilnya nanti. Saya tak peduli baik atau buruk hasil tersebut karena saya telah melakukan keseluruhannya dengan sangat baik sesuai dengan kemampuan saya (maksimal).

3.                  Kemudian, Derrida (dalam karyanya Margin of Philosophy) mengatakan bahwa “dibalik teks filosofis yang terdapat bukanlah kekosongan melainkan sebuah teks lain, suatu jaringan kekuatan-kekuatan yang pusat referensinya tak jelas”.

4.                  Dalam karya yang lain “positions” secara skematik teori dekonstruksi Derrida terdiri dari 3 langkah, pertama mengidentifikasi hieraki (urutan tingkatan) oposisi dalam teks yang biasanya terdapat peristilahan yang diistimewakan secara sistematik (susunan). Kedua oposisi-oposisi tersebut dibalik dengan menunjukan adanya saling ketergantungan diantara yang saling berlawanan itu sekaligus mengusulkan privilese (hak istimewa) secara terbalik. Ketiga memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang tidak bisa dimasukan dalam katagori lama.

5.                  Bila bahasa dilihat secara struktural, bisa disimpulkan bahwa bahasa bisa ada karena adanya sistem perbedaan (system of difference), dan inti dari sistem perbedaan ini adalah oposisi biner (binary opposition). Seperti, oposisi antara penanda/petanda, ujaran/tulisan, langue/parole.
            Oposisi biner dalam linguistik ini berjalan seiring dengan hal yang sama dalam tradisi filsafat Barat, seperti: makna/bentuk, jiwa/badan, transendental/ imanen, baik/buruk, benar/salah, maskulin/feminin, intelligible/ sensible, idealisme/ materialisme, lisan/tulisan, dan sebagainya.
            Dalam oposisi biner ini terdapat hirarki. Yang satu dianggap lebih superior dari pasangannya. Misalnya, jiwa diangap lebih mulia dari badan, rasio dianggap lebih unggul dari perasaan, maskulin lebih dominan dari feminin, dan sebagainya. Dalam linguistik Saussurean, lisan (ujaran) dianggap lebih utama dari tulisan, karena tulisan dipandang hanya sebagai representasi dari lisan.

            Derrida, seperti banyak teoritisi kontemporer Eropa, asyik berusaha membongkar kecenderungan oposisional biner yang mewarnai sebagian besar tradisi filsafat Barat tersebut. Dekonstruksi Argumen mereka adalah kata-kata yang diucapkan adalah simbol dari pengalaman mental (makna, kebenaran). Sedangkan kata-kata tertulis –sebagai sekadar representasi dari ujaran– hanyalah turunan kedua, atau sekadar simbol dari simbol yang sudah ada (ujaran) tersebut.






Sumber : Website, Buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar