Translate

Senin, 17 Maret 2014

Kisah Remaja Galau


                Sudahkah mengenal saya? Sudahkan mengetahui apa dan bagaimana saya? Sudahkah mengenal saya dan beragam obsesi saya? Tepat 17 Oktober 1996 saya menatap dunia. Kedua malaikat saya memberi seuntai nama indah “Nur Cholifah”. Saya lahir dan dibesarkan di kota ini, Sidoarjo. Saya bukanlah dari keluarga yang berada, saya menyukuri apapun keadaan keluarga saya. 17 tahun sudah saya mengenal dunia, saya telah mengenal dan banyak mempelajari apa itu ‘Indah’, ‘Buruk’, ‘Kecewa’, ‘Bahagia’, ‘Tangis’, ‘Tawa’, ‘Berusaha’, ‘Mengejar’, ‘Mendapatkan’, ‘Terjatuh’, ‘Terbang’, ‘Patah’, ‘Bangkit’, ‘Susah’, ‘Menyenangkan’, ‘Memilukan’, ‘Gagal’, ‘Berhasil’, ‘Malu’, ‘Berharap’, ‘Menolak’, ‘Menerima’, ‘Terkesan’, ‘Bersemangat’, dan ‘Menyesal’.

                Saya hanya manusia biasa, sudahkan mengerti? Apa yang bisa dilakukan manusia biasa? Sudahkah mengerti? Ya bagaimanapun kata orang-orang mengenai saya, saya terima. Mereka hanya sekadar berbicara, mungkin mereka belum pernah mengalami langsung apa yang saya alami. Beragam! orang lain selama ini menilai saya dari sisi negatif maupun positif saya. Saya menyadari kekurangan saya, saya menerima apapun yang mereka katakan, segala yang mereka nilai dari diri saya adalah cermin bagi saya. Jika yang mereka katakan itu benar, baiklah. Jika tidak, saya tidak terlalu mempermasalahkannya, cukup mengoreksi diri saya, membiarkan penilaian itu berlalu, mengubah diri saya menjadi lebih baik lagi, dan menunjukkan kepada mereka “Watch Me!”.

                Saya hanyalah seorang gadis sederhana, tak ada yang istimewa dari saya. Saya hanyalah seorang gadis yang tak memiliki apa-apa, namun saya memiliki satu hal yang amat bernilai. Cita-cita. Apapun yang terjadi, saya harus bisa mewujudkan cita-cita saya. Saya hidup untuk mengabdi kepada dua malaikat saya, saya hidup untuk menorehkan senyum di wajah kedua malaikat saya, saat ini saya belum bisa mewujudkannya, saat ini pula saya sedang dan selalu berusaha mewujudkannya. Yang saya punya hanyalah ‘Mimpi’, saya tak ingin gagal sepenuhnya, saya mempersiapkan segalanya lebih awal, saya mematangkan semuanya hingga benar-benar “Ok, Saya sudah Siap!”. Ada pepatah yang mengatakan “Maksud hati memeluk Gunung, apa daya tangan tak sampai”, itulah yang menjadi bayangan bagi saya yang setiap saat akan muncul difikiran saya ketika saya mulai merasa ‘Lelah’, dan saya akan kembali lagi ke Tujuan mengapa saya hidup.

                Saya adalah tipe orang yang selalu bersemangat dan tidak lekas puas akan hasil yang sudah saya dapatkan. Apakah saya egois? Tidak. Mengapa? Karena menurut saya, dalam mencapai sebuah kesuksesan, saya pantang untuk PUAS. Setalah mencapai satu titik, saya harus mencapai titik selanjutnya. Jika titik selanjutnya telah tercapai, maka saya harus mencapai titik berikutnya, hingga puncak. Semua ini butuh proses, semua butuh tahapan. Mungkin, bagi mereka yang ‘berada’, semua pencapain saya ini sanggup mereka raih hanya sekejap mata, namun, bagi saya semua ini tidak semudah itu. Ya, memang! Tak semudah itu.

                Hanya satu difikiran saya, adalah bagaimana agar saya mampu mematahkan ‘Kesempatan-Gagal’ saya sendiri, yaitu ‘Bisa’ mewujudkan cita-cita dan keinginan saya. Ada banyak hal yang mungkin mereka menyebutnya adalah ‘Rintangan’, ya! Benar! Saya pun mendapatkannya, rintangan! Sampai sejauh ini, tidak pernah surut sesuatu yang mereka sebut dengan ‘Rintangan’ itu. Saya hanya melakukannya, cukup hanya melakukannya. memanglah tidak mudah, semua orang pun akan beranggapan sama seperti saya. Usaha setiap orang berbeda-beda, begitu pula dengan saya. “Banyak jalan menuju Roma”, saya mengerti! Saya paham! Cukup hanya berusaha dan memohon izin kepada sanga pencipta.

                Ditengah tekad dan usaha saya yang seperti ini, saya mendapat satu masalah sepele namun cukup berpengaruh, ya! Amat berpengaruh! Apakah ini letak kebodohan saya? Mungkin Iya! Sudahkah mengenal apa itu Cinta? Sudahkah merasakan dampaknya? Hmmmm, Apa kabar dengan saya? Ya! Itulah penyebab dari kegalauan saya, saya tak cukup pandai menangani masalah ini. Memanglah benar! Saya mulai mengenal hal ini ketika saya berumur 14 tahun. Saya mengenal hal ini mungkin terlalu awal atau apalah? Ntah? Saya pun tak mengerti.

                Sosok penuh semangat dan selalu berkobar masihlah bisa terjatuh lemah tak bernilai ketika dilanda permasalahan seperti ini. Selalu saya panjatkan doa serta beribu permohonan saya kepada sang pencipta. Sudikah sang pencipta mengabulkannya? Saya selalu berfikir “Pasti!”. Memanglah semua ini nampak berat, Ya Tuhan! Semua ini nampak begitu sulit! Sudikah Engkau memberi kesabaran dan kekuatan kepada hamba-Mu ini? Memohon agar diberikan ketenangan perasaan dan fikiran, menyadari akan kesalahan yang telah ada, menyesali segala kesalahan, berbuat yang lebih baik, serta selalu berfikir ‘Semua akan ada Balasannya’. Belumlah cukup! Memanglah tak semuda berbicara, memanglah tak sesederhana melihat, namun, inilah titik berat saya! Meyakinkan hati ini, Saya mampu! Harus! Saya bisa! Harus! Tak peduli seberapa banyak air mata yang akan menetes lagi, tak peduli seberapa dalam kesedihan akan menghampiri lagi. Cukup berat, Ya Tuhan! Sosok itu yang meyakinkan saya bahwa ia menyayangi saya, sosok itu yang membuat saya yakin bahwa ia lah orang yang saya cari. Ternyata semuanya Fana! Ia hanyalah mempermainkan saya. Meninggalkan saya dengan alasan yang amat sangat konyol! Ya Tuhan, engkau mengetahui segalanya! Sosok itu yang mampu membuat saya seperti ini. Apakah ini yang disebut Tak Berdaya? Beritahu saya apa yang seharusnya saya lakukan! Beritahu saya jalan mana yang harus saya lalui! Beritahu saya bahwa semua ini hanyalah setitik ujian dari-Mu, Ya Tuhan! Apakah saya terlalu mengeluh? Apakah ini disebut permohonan yang terlalu besar?

                Inikah yang mereka sebut dengan ‘Bodoh’? memang! Saya bodoh, membiarkah seluruh hati ini melayang kepada seseorang yang belum mengerti dan menghargai tentang hal itu (Cinta). Membiarkan semuanya berlalu kepada seseorang yang belum bisa menjaga sebuah kepercayaan. Amatlah bodoh! Terlalu bodoh! Mengenalnya, mudah! Seperti saya mendengar bait-bait kata pada lagu lama kesukaan saya. Melupakannya, amat sulit! Seperti saya mencoba mencintai sosok yang belum pernah saya temui. Ya Tuhan! Apakah saya terlalu mencintainya? Seharusnya Tidak! Karena ia hanya mampu menoreh setitik kebahagiaan dan lalu kemudian membanjiri hidup saya dengan tangis. Ia tak pernah mencintai saya dengan hati. Yang saya tahu, ia hanya merasa ‘Kasihan’ pada saya! Ya Tuhan! Mengapa? Apakah saya terlalu Menyedihkan hingga saya patut di-Kasihan’i? Pantaskah saya menangis? Pantaskah saya bersedih? Pantaskah saya merasa Runtuh? Pantaskah Ya Tuhan? Benar-benar saya merasa inilah batas saya! Hingga saya benar-benar merasa tak mampu melanjutkan segalanya lagi. Membiarkan semua itu berlalu! Fikiran saya berkata ‘Iya’, hati saya berkata ‘Tidak’. Apa yang seharusnya saya biarkan? Apa yang seharusnya saya relakan? Apa yang seharusnya saya hapuskan? Nothing! Apakah saya berputus asa? Tidak! Terlanjur sakit? Iya.

                Cukup menyedihkan, disinilah saya belajar. Cukup berat, disinilah saya bertahan. Cukup melelahkan, disinilah saya bersabar. Cukup menyiksa, disinilah saya berjuang. Cukup dan cukup, disinilah saya memohon pada sang pencipta agar selalu diberi Kesabaran yang tak terbatas. Sebesar dunia, seluas jagad-raya, sedalam samudera, saya memohon seperti itulah Kesabaran saya! Apakah saya terlalu mengeluh? Kesedihan ini hanyalah ujian, semua ini hanya ujian untuk bertambahnya derajat saya dimata sang pencipta, itulah yang saya tahu. Sempat terfikir untuk mengakhirinya, namun saya berfikir ulang, apakah saya pantas mengakhiri sesuatu yang tidak patut saya lakukan? Kembali lagi ke tujuan hidup saya. Kembali lagi ke segala nya yang telah saya rencanakan. Tidak! Saya tak semudah ini berlalu! Itulah ucap fikir saya. Apakah sudah usai kesedihan ini? Ya! Mengapa tidak? Lima bulan sudah saya menggalau, Bodoh! Memang! Terlalu bodoh! Ini belum cukup, tapi saya memaksa nafas ini untuk berkata ‘Ya, Ini Cukup!’. Menyadari semua telah berlalu, sudah! Sudah! Cukuplah semua penyesalan dan kebodohan ini! Tuhan pun mengerti. Saatnya bangkit! Apakah ini sudah saatnya? memaksakan nafas ini untuk berkata ‘Ya, Ini saatnya!’.
                Dimana? Dimana sosoknya? Lenyap! Ntah? Saya pun enggan mengingatnya, dan saya tak bisa memperjuangkannya lagi. Sejak saat itu, ketika saya menyadari bahwa selama ini ia hadir karena rasa ‘Kasihan’, itu membuat saya cukup sakit, Ya Tuhan! Saya sadar, tiada yang sempurna selain Engkau, Ya Tuhan! Maafkanlah kecerobohan hamba-Mu ini! Menilai sosoknya sebagai sosok paling sempurna dihidup hamba adalah kesalahan besar. Sudah! Ini sudah cukup! Sekiranya saya telah usai menghapus sedikit dari beribu kenangan. Ya! Sedikit! Usai! Melanjutkan mimpi-mimpi saya yang telah saya buat. Ya! Melanjutkan! Apakah telah usai? Mungkin belum. Tapi, kembali lagi ke tujuan hidup saya. Apakah saya adalah manusia yang paling Menyedihkan sedunia? Apakah saya adalah manusia yang paling Galau sedunia? Apakah semua ini terlalu Memilukan? Apakah saya adalah manusia dengan beribu keluh-kesah? Apakah saya manusia paling dan paling Bodoh sedunia? Tuhan, jawablah!

                Cukup berkata “Tidak! Bukan apa-apa!” ketika saya mulai didatangi rasa sedih yang mendalam. Cukup berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja ketika saya mulai terbawa kesedihan. Cukup bergumam “Ya! Sebentar Lagi Usai!” ketika saya merasa sudah tidak kuat lagi. Cukup berpura-pura tersenyum ketika semuanya memburuk, dan perlahan-lahan senyuman itu kan membuat saya melupakan bahwa saya sedang berpura-pura. Ya Tuhan! Buatlah hamba-Mu ini mampu bertahan sekuat batu karang! Amin. Yeee~ My Life Should Go On! Forgeting All Of My Anguish, Let Them Go! Wake Up! Wake Up! Just Do Everything That Could Make U Go Upstairs, Fah! Go Go!


                Hati berbisik “Ini bukan akhir, ini permulaan, Fah!”. Setitik do’a atas segala apa yang saya rasakan, semoga Tuhan mengirimnya ‘Bidadari Surga’ yang lebih dan lebih daripada saya! Semoga ia tidak akan pernah merasakan sakit seperti yang saya rasakan. Semoga selanjutnya ia mampu menentukan apapun yang terbaik untuk hidupnya. Semoga ia menyadari bahwa saya ‘pernah’ mengizinkan ia mendapatkan hati ini. Biarkan saya yang merasakan keperihan ini, biarkan hanya saya! Ya Tuhan, berikanlah kebahagiaan selalu untuknya. Semoga ia selalu berada di jalan-Mu, dan selalu diberikan kesadaran atas apa yang akan dan telah ia lakukan! Amin! Berikanlah ketabahan selalu untuk hamba-Mu ini! Berikanlah Keikhlasan yang Lebih untuk hamba-Mu ini. Bantulah hamba untuk membuka pintu Maaf yang seLuas-luasnya untuk ia, orang yang mampu membuat saya seperti ini. Kabulkanlah, Ya Tuhan! Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar